18 Oktober 2011

Tiba di Istana, Fadel Muhammad Cemberut

Tiba di Istana, Fadel Muhammad Cemberut
Headline
Fadel Muhammad - inilah.com/Dok
Oleh: Laela Zahra
Nasional - Selasa, 18 Oktober 2011 | 17:06 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad tiba di Istana Kepresidenan dengan muka merengut.

Turun dari mobil dinas menterinya, Fadel nampak sibuk berbicara dengan sambungan telepon genggamnya. Wartawan pun membuntutinya, untuk mendapatkan jawaban tentang maksud kedatangannya ke Istana.


Usai berbicara di telepon seluler, Fadel merahasiakan maksud kedatangannya ke Istana yang tergolong awal untuk menghadiri pengumuman perombakan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. "Rahasia dong," katanya di Istana, Senin (18/10/2011).

Dengan ekspresi wajah merengut dan kaku, Fadel menyatakan siap dicopot sebagai Menteri. "Saya siap di dalam maupun di luar (kabinet) demi untuk negara," katanya. [mvi]

17 Oktober 2011

BUAH MANGROVE JADI DODOL DAN SIRUP

BUAH MANGROVE JADI DODOL DAN SIRUP



Walikota Jakutdukung penuhrencana FK3I itu

WALIKOTA Jakarta Utara H. Bambang Sugiyono menyambut baik rencana Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) DKI Jakarta mengolah buah mangrove menjadi dodol dan sirup.

Bambang Sugiyono mendukung program yang akan dilakukan para generasi muda apalagi memanfaatkan potensi buah mangrove menjadi bermanfaat dan mendatangkan penghasilan. "Tanaman tersebut merupakan satu - satunya jenis tan-aman pantai multi manfaat yang ada di DKI Jakarta," kata walikota yang didampingi Kasudin Kominfomas, Hasmi Chalid, dan sejumlah pejabat lainnya, saat menerima kunjungan pengurus FK3I, kemarin. Saat ini, pihaknya me-mang sedang memberdayakan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan menggali potensi yang ada. Bahkan setiap potensi yang bisa dikembangkan akan dipacu. "Hasil olahan buah mangrove ini akan dipasarkan di kawasan 12 Destinasi Wisata Pesisir Jakarta Utara," jelasnya.

Walikota meminta Kasudin Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara, untuk terus membantu memfasilitasidan membimbing agar pemanfaatan buah mangrove bisa terealisasi.


LESTARIKAN LUNGKUNGAN

Menurut Ketua FK3I, Muhamad Irsyad, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan pelestarian lingkungan. Selain itu menumbuhkan perilakumenjaga lingkungan khususnya di sekitar hutan mangrove di Jakarta Utara.

Di samping itu pihaknya akan melatih masyarakat di tiga kelurahan yakni, Pluit, Kamal Muara dan kapuk Muara. Kepesertaannya meliputi anggota PKK, pelajar SMP, SMA/K dan para guru lembaga swadaya masyarakat serta warga di tiga kelurahan itu. (lina/ak/o)



Sumber: PosKota,16Oktober2011, Hal.B3

14 Oktober 2011

GARAM TRADISIONAL DI MATA HASAN SAMPANG MADURA

07/10/2010 - Kategori : Minapolitan
GARAM TRADISIONAL DI MATA HASAN SAMPANG MADURA

Oleh :
Achmad Subijakto, A.Pi., MP


Berbicara tentang garam, yang terbersit tentu rasa asin karena kita berpikir dengan rasa. Kalau sudah melibatkan rasa, maka yang paling utama adalah kepekaan lidah. Bahkan lidahpun punya spesifikasi khusus dimana hanya bagian sisi pinggir bagian depan saja yang peka terhadap rasa asinnya garam. Ini kenyataan, meski sebenarnya garam adalah komoditas masyarakat dengan potensi yang besar dan terbentang di depan mata, namun adalah kebetulan jika dihubungkan dengan kepekaan lidah manusia, tetap saja menjadi komoditas pinggiran yang dipandang sebelah mata. Jika rasa manis berada di ujung depan lidah, maka rasa asin cukuplah disisinya. Bahkan sampai-sampai, jika harga gula yang manis meroket, buru-buru pemerintah melakukan operasi pasar untuk menetralisir harga yang melonjak. Tapi kalau garam harganya melonjak bagaimana ? Sepertinya itu masih jadi impian yang harus segera diwujudkan.

Meski garam itu sendiri adalah komoditi yang akan selalu dibutuhkan manusia seperti halnya kebutuhan manusia akan makanan. Peran garam dalam sisi ekonomis masih dikesampingkan. Mungkin karena termasuk “bulk commodity” yang murah harganya sehingga kadang disepelekan leh sebagian kalangan masyarakat. Padahal, fungsi garam untuk konsumsi itu sendiri tidak dapat digantikan bahkan sekaipun oleh gula. Oleh karena itu, sifat garam menjadi sensitif dan layak diposisikan sebagai komoditi strategis.

Jika kita mau jujur, sebenarnya katagori garam sebagai industri yang strategis tidaklah berlebihan. Sebut saja selain untuk keperluan konsumsi rumah tangga, garam dibutuhkan juga oleh industri tertentu, baik sebagai bahan baku maupun penolong. Industri pengguna garam terbesar adalah industri chlor alkali, yang pada tahun 2009 kebutuhannya mencapai 1.560.000 ton. Selain industri khlor alkali, garam juga digunakan untuk pengasinan ikan, industri-industri makanan, tekstil, penyamakan kulit, garam mandi/spa, perminyakan, farmasi dan perkebunan.Total kebutuhan garam diluar garam konsumsi pada tahun 2009 berjumlah sekitar 2.395.000 ton. Dengan demikian maka total kebutuhan nasional pada tahun tersebut berjumlah 2.888.000 ton. Ini sungguh sangat srategis mengingat bahwa luas perairan kita 2/3nya adalah lautan yang notabene merupakan sumberbahan baku pembuatan garam.

Sayangnya, karena termasuk sebagai komoditas yang murah maka sejulah kebijakan pada akhirnya malah tidak mampu mengangkat harkat dan derajat para petani atau petambak garam. Bahkan harga garam ditingkat produsen tradisional perkilogramnya masih berkutat pada kisaran Rp. 350,- jika lagi panen besar. Namun harga tersebut dapat meroket menjadi Rp. 500,- jika garam sulit didapatkan dari petani/petambak. Ironis memang, dengan lahan 3,5 Ha tambak garam, pertahunnya cuma bisa panen rata-rata 70 karung zak pupuk atau setara dengan 7 ton. Itupun jika cuaca mendukung dengan tingkat panas matahari yang cukup sepanjang musim kemarau. Jadi jangan disamaratakan dengan pola kebutuha petani di sawah yang bercocok tanam di musim penghujan karena petambak garam hanya bisa berproduksi pada musim kemarau.

“Ya begini pak, saya pikir apa yang telah saya lakukan sudah maksimal, jadi tak mungkinlah untuk menaikkan produksi dengan luas lahan yang sama”. Ini adalah ungkapan keterbatasan sosok petani garam di Sampang Madura yang berada dalam keterbatasan dan hanya tergantung pada alam. Apalagi jka dihubungkan dengan cuaca ekstrim sepanjang tahun 2010 ini, beban petambak garam semakin berat karena bisa jadi garam yang akan dipanen tak dapat diambil hasilnya karena tiba-tiba turun hujan, Pupuslah sudah riwayat cita-cita untuk merubah nasib. menunjang dan mendukung seta mendorong mereka para petambak garam tradisional untuk dapat selalau mampu dan mau merubah sikap dan perilaku yang selalu tergantung pada alam dengan sifat keterbatasannya agar lebih berdaya dan justru mampu memanfaatkan alam, ilmu serta teknologi untuk dapat melakukan optimalisasi produksi.

Satu hal lagi yang patut kita pikirkan adalah pola pikir mereka para petambak garam yang merasakan bahwa apa yangmereka lakukan sudah maksimal dan tak mungkin menambah produksi lagi di lahan mereka karena keterbatasan ruang dan sifat dari bahan baku garam itu sendiri. Katakanlah kita ingin mereka lebih banyak memanfaatkan sir laut yang dialirkan kebak penampungan pembuatan garam agar lebih banyak air laut yang dapat diproses untuk menjadi garam, maka yang terjadi adalah justru garam akan sulit terbentuk jika mempercepat alur proses produksi secara tradisional ini. Meskipun demikian, sebenarnya mereka sudah banyak mengembangkan pola alur proses produksi garam. Hal ini bisa dilihat dengan adanya penggunaan kincir angin untuk memasukkan air laut ke bak penampungan dan mengalirkannya pada petak-petak proses penuaan air laut dengan tingkat salinitas yang semakin tinggi. Sampai akhirnya mengkristal menjadi butiran garam.

Pada akhirnya, peran pemerintah jelas sangat dibutuhkan untuk mendorong dan memacunya menjadi pelaku usaha petambak garam yang lebih mampu mengembangkan pola dan perilaku untuk melakukan optimalisasi produksi melalui program pengembangan kawasan Minapolitan garam yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masih banyak cara yang dapat dimanfaatkan dalam mengemban kebijakan strategis ini. Baik melalui pemberdayaan dengan optimalisasi sarana dan prasarana tambak, alih teknologi tepat guna dan bimbingan serta pelatihan yang merupakan struktur inti dalam mengembangkan produktifitas sebagai pokok utama dalam meningkatkan produksi garam. Tidak hanya pemberian bantuan teknis tetapi yang lebih penting adalah mengubah pola dan perilaku untuk dapat menerima perubahan ilmu dan teknologi yang dapat dimanfaatkan secara bijak, mudah dan tepat guna dengan biaya yang relatif murah.

Akankah hal ini dapat tercapai? Tentu saja kita masih memerlukan banyak strategi baru melalui inovasi baik dengan penelitian, perekayasaan dan pengkajian yang lebih mendalam untuk dapat meningkatkan produksi tanpa merusak lingkungan dengan mengedepankan sosio kultur budaya masyarakat setempat. Mengapa demikian? Karena hal paling sulit adalah mengubah sikap petambak garam dan bukan hanya pengetahuan dan keterampilannya. Membawa mereka lebih maju, mendorong mereka untuk lebih mandiri dan memupuk keinginan untuk berpikir secara luas adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah daerah dan pelaku usaha itu sendiri.

Pengembangan kualitas SDM menjadi pemicu bagi pertumbuhan produksi garam. Hal ini disebabkan potensi perairan dan luas lahan yang ada. Meski berdasarkan data yang ada dari seluruh pantai di Indonesia hanya 34.000 ha yang potensial untuk lahan penggaraman. Teryata dengan SdM yang ada pada saat ini baru sekitar 19.000 ha (56%) yang efektif dipakai untuk produksi garam.. Luas tambak garam ini tersebar di Jawa Timur, khususnya Madura seluas 11.867 ha (60,4%), Jawa Tengah seluas 2.748 ha (14%), Jawa Barat seluas 1.716 ha (8,7%), NTB dan Sulawesi Selatan masing-masing sedikit diatas 1.000 ha (masing-masing 0,5%), dan sisanya di NTT dan Sulawesi Tengah.

Masalah terakhir setelah produksi meningkat, perlu dipikirkan sistem pemasaran garam yang lebih transparan, mengedapankan kualitas mutu produk dan optimalisasi harga di tingkat petani dengan standar harga terendah yang disesuaikan dengan pola permintaan pasar terbuka. Kita tidak hanya bertanggungjawab untuk meningkatkan produksi tetapi juga harus mampu menselaraskan program pengembangan kawasan minapolitan garam yang seiring dengan peningkatan permintaan garam di pasar bebas dengan segala macam peruntukkanya. Akhirnya apa yang menjadi pola pikir Hasan sang petani tambak garam akan dapat diarahkan dan diakomodir dalam bentuk pemberdayaan dan pengembangan SDM pelaku usaha garam secara efektif dan efisien.

Sumber : Hasil identifikasi kebutuhan pengembangan SDM garam di Madura, 2010

Mina Papilon Temanggung Wakili Jateng ke Tingkat Nasional

Kamis, 29 September 2011 20:10:00
Ilustrasi (Foto : Dok)
TEMANGGUNG (KRjogja.com)

- Usai berhasil menyabet juara pertama lomba budidaya ikan hias 2011, kelompok petani mina Papilon dari kecamatan Parakan Temanggung mewakili Jateng untuk lomba yang sama ke tingkat nasional.


Slamet Saryono, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Kamis (29/9) mengatakan beberapa ikan hias yang dibudidayakan adalah ikan koki, cupang, koi dan komet.

Budidaya tidak hanya untuk kelas kontes, ikan yang dikembangkan juga untuk pangsa pasar kelas menengah ke bawah dan anak-anak.

" Harga dari jutaan rupiah hingga ribuan rupiah per ekor. Pemasaran mulai Temanggung, Wonosobo, Magelang, Purwokerto dan kota lain, " katanya.

Dikemukakan beberapa kriteria yang mengantar Mina Papilon juara ditingkat Jateng adalah budidaya kontinyu, penerapan pengetahuan teknis budidaya ikan, dan dampak kegiatan mina tani pada sosial ekonomi seperti peningkatan ekonomi anggota dan warga sekitar.

" Mina politan sudah membina lingkungan yang salah satunya jadi sponsor kegiatan olah raga," katanya.

Kepala Bidang Perikanan M Hadi mengatakan pihaknya secara kontinu melakukan pembinaan baik secara teknis budidaya, ekonomi sosial, permodalan dan promosi atau pemasaran. " Kami dampingi petani, dan kini mulai membuahkan hasil," katanya.

Disampaikan penilaian lomba akan dilakukan oleh tim dari Kementrian Kelautan dan Perikanan pada 12 Oktober 2011. Dan kini petani sedang bersiap untuk penilaian itu. (Osy)