28 April 2014

Peluang USAHA IKAN SIDAT (anguilla spp) MAKIN LUAS


A. Mengenal Sidat

Pernah mendengar ikan sidat? Makhluk laut yang berasal dari lautan dalam ini merupakan ikan yang memiliki tubuh menyerupai ular. Belut? Berbeda. Ini ikan sidat.

Di Jepang, ikan sidat cukup terkenal. Dagingnya dianggap lezat dan memiliki kandungan vitamin yang sangat tinggi. Sehingga, banyak restoran-restoran Jepang yang menjadikan sidat sebagai menu andalan, seperti Kabyaki dan Unadon.

Sementara di Indonesia, ikan sidat masih terdengar asing di telinga. Apalagi manfaat-manfaatnya. Bentuknya yang bulat dan memanjang seperti belut atau ular membuatnya tidak terlalu menarik bagi masyarakat Indonesia. Itu yang menyebabkan tingkat konsumsi sidat terbilang rendah.

Menurut Rohkmin Dahuri, Kketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia, selain dagingnya yang lezat, sidat juga memiliki harga yang fantastis di pasar luar negeri.

"Untuk sidat yang masih benih (Glass eel) harganya US$7, atau setara Rp70.000 per ekor. Sedangkan per kilogramnya yang terdiri dari 5.000 benih bisa mencapai Rp350 juta," kata Rokmin, di acara Diskusi Peran Riset, Teknologi Budaya, dan Pemasaran Ikan Sidat di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis 20 Juni 2013.

Di pasar luar negeri, harga ikan sidat dewasa mencapai Rp70 juta per kilogram, sementara di pasar Indonesia harganya Rp1,2 juta per kilogram.

"Harga yang luar biasa mahal itu yang membuat ikan sidat lebih banyak diekspor, baik dalam bentuk benih atau yang sudah dewasa," kata Rokhmin.

Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, kegiatan ekspor dapat membahayakan, karena nilai tambahnya tidak ada di Indonesia. Kalau negara ini mau menjadi besar, seharusnya dapat melihat ikan sidat sebagai peluang.

"Saya lebih menginginkan ikan sidat menjadi komoditas unggulan. Kenapa? Karena kebutuhan ikan sidat di pasar di Indonesia cukup tinggi, terutama untuk restoran-restoran Jepang," kata Rokhmin.


Saat ini, pembibitan ikan sidat masih sangat sulit dilakukan. Banyak peneliti Jepang yang sudah menelitinya, namun tidak berhasil.

Menurut Iwan Eka Setiawan, Peneliti Biologi Kelautan BPPT, pembibitan ikan sidat sebenarnya bisa dilakukan, tapi pertumbuhannya sangat lama. Berbeda dengan pertumbuhan ikan sidat di alam bebas.

"Saat ini, untuk mendapatkan bibit ikan sidat masih dengan cara menangkapnya di lautan. Tak hanya itu, proses pembesaran dari bibit menjadi ikan dewasa juga masih cukup sulit," kata Iwan.
B. Komoditas Ekspor

Sidat (Anguilla spp), merupakan komoditas perikanan ini belum banyak dikenal orang. Padahal, hewan yang mirip dengan belut ini memiliki potensi luar biasa sebagai komoditas dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, permintaan ekspor sidat terus meningkat. Harga jualnya juga mencengangkan. Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor. Di Indonesia sendiri, sumberdaya benih cukup berlimpah. Setidaknya, terdapat empat jenis sidat, yaitu Anguilla bicolor, Anguilla marmorata, Anguilla nebulosa, dan Anguilla celebesensis.

Secara kasat mata, ikan sidat memiliki bentuk yang menyerupai belut. Secara fisik belut memiliki bentuk kepala lancip dan bulat, sedangkan ikan sidat ini mempunyai bentuk kepala segitiga, badan berbintik-bintik, dan ekor yang mirip ekor lele. Sidat juga bukan belut berkuping. Karena, yang selama ini dianggap telinga, sebenarnya adalah sirip. Dilihat dari ukurannya, panjang tubuh belut akan mentok di kisaran 60 cm. Sedangkan panjang sidat berkisar 80 cm−125 cm. Bobot terberat binatang ini juga bisa menyentuh angka 1 kg. Bahkan, di Pulau Enggano, Propinsi Bengkulu pernah ditemukan ikan sidat dengan berat sampai 10 kg.

Selain memiliki pasar ekspor yang potensial, ikan sidat sendiri memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Dengan fakta seperti itu, maka membudidayakan ikan sidat selain mempunyai potensi pasar yang menjanjikan juga bisa memberikan jaminan gizi kepada orang yang mengkonsumsinya.

Namun, saat ini di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum begitu banyak dimanfaatkan seperti halnya di Jepang ataupun Negara Eropa lainnya. Padahal di berbagai wilayah di Indonesia ukuran benih maupun ukuran konsumsi ikan ini jumlahnya cukup melimpah. Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal juga masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Demikian pula pemanfaatan ikan sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membudidayakan ikan sidat antara lain:
a. Suhu. Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29 C.
b. Salinitas. Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 s/d 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut. Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 s/d 2,5 ppm.
d. pH. pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 s/d 8.
e. Amonia (N H3-N) dan Nitrit (NO2-N). Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 s/d 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.
f. Kebutuhan nutrient. Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

 C. Permintaan Pasar Akan Sidat

Permintaan ikan sidat baik untuk pasokan lokal maupun ekspor makin besar. Sayang, benih sidat masih berasal dari tangkapan dan belum bisa dipijahkan secara buatan. Oleh karena itu harga jual ikan sidat masih terbilang tinggi.

Sidat Si Belut Berkuping

Penggemar makanan Jepang pasti tak asing pada unagi. Makanan yang biasa disajikan di atas nasi ini berbahan baku belut air asin alias sidat. Sidat mirip dengan belut air tawar, tapi mempunyai sirip di punggung dan dada.

Meski berasal dari laut, sidat bisa hidup di dua alam: air tawar dan air laut. Biasanya sebelum berumur dua tahun sidat hidup di muara sungai. Sesudah berumur dua tahun, baru sidat akan pindah ke laut untuk bertelur hingga kelak mati.

Selain enak disantap, sidat kaya akan kandungan gizi. Tak heran, permintaan ikan sidat cukup besar. Pusat Informasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, permintaan sidat untuk memenuhi kebutuhan supermarket di beberapa kota besar di Indonesia mencapai 3 ton per bulan. Dari kebutuhan sebanyak itu, selama ini yang terpenuhi baru sekitar 10% .

Kebutuhan sidat di pasar internasional jauh lebih besar, bisa mencapai 300.000 ton per tahun. Khusus pasar Jepang, kebutuhan sidat bisa mencapai 100.000 ton per tahun dan 60.000 ton di antaranya masih diimpor dari luar negeri. Oh, iya, konsumen di Jepang lebih menyukai sidat jenis bicolor, berbeda dengan konsumen di Indonesia, Korea, dan Taiwan yang lebih menggemari sidat jenis marmorata.

1. Yoyon Priyono, Direktur CV Yonadara Sukses,
Ia dalam sehari baru bisa mengirim 200 kilogram (kg)–1 ton ikan sidat ke beberapa perusahaan pengolahan di Jakarta, padahal permintaan yang datang bisa lebih besar dari angka itu.

2. Rahmat Aminudin, pemilik dari CV Satu Karya Community di Surakarta, Jawa Tengah,

Ia baru bisa menghasilkan sidat siap konsumsi sebanyak 1 ton per bulan. Padahal, kalau bisa memasok sebanyak 3 ton, pasar tetap akan menyerap.

Sidat siap konsumsi biasanya, mempunyai ukuran 200 gram– 500 gram per ekor. Harga jualnya Rp 70.000 per kg. Karena itu, dalam sebulan, Yoyon bisa mengantongi omzet sekitar Rp 100 juta. Rahmat biasanya menjual sidat dalam dua ukuran. Ukuran 250 gram per ekor harganya Rp 75.000 per kg. Adapun ukuran 500 gram harganya Rp 100.000 per kg.

07 April 2014

KEDEKATAN PENYULUH DENGAN PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA PERIKANAN




Oleh : Mahmud Efendi, A.Md (Penyuluh Perikanan Temanggung – Jawa Tengah)


Didalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No : KEP. 44/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan dijelaskan bahwa tujuan Penyuluhan Perikanan adalah meningkatnya pengetahuan, keterampilan, sikap, dan motivasi masyarakat, khususnya nelayan, pembudidaya, pengolah ikan dan keluarganya, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Dijelaskan juga bahwa Penyuluhan Perikanan adalah pendidikan nonformal yang ditujukan kepada masyarakat khususnya nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan serta keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan motivasi dalam bidang perikanan.
Pedoman Umum  Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Pertama , Bapak Rokhmin Dahuri,  juga menjelaskan metoda pendekatan dalam penyuluhan perikanan. Berikut akan kami jelaskan ini semua dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Pendekatan Persuasif artinya bahwa penyuluh perikanan dalam melaksanakan tugasnya harus mampu meyakinkan khalayak yang disuluh, sehingga mereka merasa tertarik terhadap hal-hal yang disampaikan.  Secara otomatis apabila kita menginginkan para pelaku utama yang akan disuluh yakin terhadap “sesuatu” yang akan kita sampaikan dan tertarik untuk melakukannya maka kedekatan kita secara emosional sangatlah diperlukan. Sehingga dengan kedekatan ini diharapakan mereka bisa melakukan “advice” kita secara sukarela tanpa merasa terpaksa, dengan sepenuh hati dan tidak setengah hati serta dengan “kesadaran” tanpa merasa digurui.
Pendekatan Personal
Unsur  yang juga tidak kalah penting dalam melaksanakan penyuluhan perikanan adalah unsur Edukatif. Edukatif disini maksudnya adalah penyuluh perikanan harus bersikap dan berperilaku sebagai pendidik yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan membimbing masyarakat. Kata kunci dari aspek edukatif ini adalah sabar dan tekun dalam mendidik para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan. Dimana kesabaran para penyuluh sangatlah dibutuhkan dalam mendidik pelaku utama dan pelaku usaha perikanan. Karena tidak jarang kita temui dilapangan masyarakat yang kita “didik” ini terkadang membuat kita “emosi”. Bukan hanya itu, masih sering ditemukan ketika kita memberikan masukan secara langsung,  mereka mengatakan akan segera melakukan, walau kenyataannya dilapangan mereka tidak jua melaksanakan. Kondisi ini sering kita alami, akan tetapi sebagai penyuluh janganlah kita hanya menyalahkan obyek penyuluhan saja. Akan tetapi mestinya kita juga harus “introspeksi”, mungkin sebagai “Guru Informal” masyarakat, kita belum “acceptable” walau mungkin kita sudah “capable”. Mungkin selama ini kita cenderung hanya menggurui dan merasa menjadi “Komandan” ketika kita menyampaikan masukan. Jadi kesabaran untuk senantiasa memberikan masukan yang bermanfaat haruslah terus menerus kita lakukan dibarengi dengan senantiasa melakukan “Pendekatan Personal”.
Penyuluhan Kelompok Langsung Ke Lapangan
Selain itu ketekunan dalam memberikan saran dan masukan terhadap obyek yang akan disuluh juga tidak kalah penting. Walaupun kita sudah mempunyai kesabaran dalam melakukannya akan tetapi ketika kita tidak secara rutin dan bersungguh-sungguh dalam memberikan masukkan maka hasilnya kurang maksimal. Pasalnya “rutinitas” penyuluh dalam memberikan masukan ini sangatlah diperlukan dalam “transfer of technology” terkini seputar perikanan maupun hal-hal lainnya.
Berikutnya adalah komunikatif, artinya bahwa penyuluh perikanan harus mampu berkomunikasi dan menciptakan iklim serta suasana sedemikian rupa sehingga tercipta suatu pembicaraan atau komunikasi yang bersifat akrab, terbuka, dan timbal balik.  Hal ini juga menjelaskan bahwa kedekatan penyuluh terhadap pelaku perikanan merupakan suatu keniscayaan. Karena bagaimana mungkin tercipta suatu pembicaraan atau komunikasi yang bersifat akrab, terbuka dan menghasilkan perubahan prilaku apabila kita kurang “dekat” dengan mereka bahkan cenderung terasa “jauh”. Selain itu, harus juga disadari bahwa selaku penyuluh perikanan memang kita “dibayar  untuk  ngomong” kepada para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan. Sebagai seorang penyuluh bukan hanya diam dan “tidak berkata seribu bahasa”. Karena bagaimana mungkin mereka bisa meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan motivasi serta pendapatan dan kesejahteraannya apabila kita hanya diam saja. Disinilah letak pentingnya komunikasi dua arah, sehingga unsur “mendidik secara informal” ini bisa berjalan dengan lancar.
Akomodatif artinya bahwa dengan diajukannya permasalahan-permasalahan di bidang perikanan oleh masyarakat, penyuluh perikanan harus mampu mengakomodasikan, menampung, dan memberikan jalan pemecahannya dengan sikap dan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh khalayak yang disuluh. Hal ini juga menuntut penyuluh harus bisa “menjadi pendengar yang baik” bukan hanya mau didengar. Memang kita harus mampu menampung segala permasalahan yang mereka sampaikan, walau terkadang yang harus kita dengar tidak hanya permasalahan teknis perikanan belaka. Penyuluh harus mampu menjadi teman “curhat” mulai dari masalah “dapur sampai “kasur” dan “sumur”. Selaku penyuluh  semestinya kita hadapi semua ini dengan senyuman dan justru harus kita syukuri. Karena apabila mereka mau menyampaikan semua permasalahan yang dihadapi mulai dari masalah teknis budidaya sampai masalah pribadi dan keluarga, menunjukkan bahwa ada kedekatan pribadi antara kita dan mereka. Pasalnya tidak semua orang mau dan berani menyampaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Justru apabila kita selaku penyuluh bisa memberikan alternatif pemecahannya yang tepat terhadap permasalahan yang mereka hadapi, maka kedepannya kita akan lebih mudah “masuk” pada mereka. Sehingga para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan akan menjadikan kita sebagai “dokter pribadi” mereka ketika ada “penyakit” yang dihadapi. Pada akhirnya kedekatan pribadi ini akan lebih mempermudah tugas kita sebagai penyuluh untuk merubah PSK (Perilaku, Sikap dan Keterampilan) mereka.
Pendekatan KeKelompok
Fasilitatif artinya bahwa penyuluh perikanan harus mampu memanfaatkan jejaring kerja penyuluhan perikanan untuk menghubungkan antara khalayak yang disuluh dengan pihak lain seperti sumber teknologi, sumber permodalan, sumber informasi, akses pasar, dan lain-lain. Kemampuan untuk bisa menciptakan networking ini sangat dibutuhkan ketika kita terjun ke lapangan dan bertemu langsung dengan para pelaku utama perikanan. Karena belakangan ketika mereka mampu memproduksi hasil perikanan dengan tehnologi tinggi dan kontinyuitasnya sudah berjalan dengan baik akan tetapi mereka masih kesulitan untuk memasarkannya. Hal ini semestinya menjadi tantangan dan peluang bagi penyuluh untuk bisa menjadi penghubung antara pelaku utama dan “market” yang akan menyerap produk mereka. Sehingga kedepannya para pelaku utama tidak hanya mampu memproduksi dalam jumlah besar akan tetapi mereka juga mampu mengakses pasar.
Terlebih lagi ketika para obyek yang kita suluh kesulitan dalam mengakses modal, semestinya kita juga haus mampu menyelesaikan permasalahan ini. Karena apabila pasar sudah kita kuasai dan permintaannya semakin banyak, maka mau gak mau kebutuhan modal usaha pun akan semakin tinggi. Hal ini juga bisa menjadi salah satu peluang bagi Penyuluh untuk bisa menjadi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Dimana Keberadaan KKMB ini sebenarnya bukanlah hal baru bagi kita. Kiprahnya sebagai tenaga pendamping bagi pengusaha mikro, kecil dan menengah sudah cukup dikenal. Di beberapa kalangan, nama KKMB lebih dikenal dengan sebutan lain yang berbeda-beda sesuai dengan penugasan masing-masing. Jadi apabila kita mampu membantu para pelaku utama dan pelaku usaha perikanan dalam mengakses modal usaha dengan mudah, maka kita merupakan “guru yang mulia” bagi mereka. Terlebih lagi apabila kita bisa menjadikan mereka sebagai pengusaha  kecil dan menengah syukur bisa menjadi perusahan besar yang bisa mengekspor produknya. Maka apa yang kita lakukan ini akan mempunyai dua nilai investasi, yaitu investasi dunia dan investasi akhirat. Sehingga kedepannya kita bisa berharap agar khalayak yang kita suluh bisa sukses dunia akhirat, begitu juga kita harapkan para penyuluhnya bisa sukses dunia akhirat.

” LARASATI ” (Nila Merah strain Janti)




Oleh : Mahmud Efendi, A.Md (Penyuluh Perikanan Parakan)



Apabila kita masuk kerumah makan atau pun restoran yang menyediakan masakan ikan kita mendengar ada menu “Kepala Kakap Merah”, ”Kakap Merapi” dan ”Sop Kepala Kakap”. Tidak sedikit kita jumpai di daftar menunya menuliskan gulai kepala ikan kakap merah. Ketika mengkonsumsinya mungkin di benak kita menganggap sedang menyantap “Kepala Kakap Merah” yang berasal dari hasil tangkapan laut. Padahal sebenarnya yang kita makan adalah kepala ikan nila merah. Tapi jangan merasa tertipu, toh harganya pun juga mengikuti harga ikan nila merah, bukan seperti harga ikan kakap.
Sepintas bentuk dan warna Nila Merah (Oreochromis sp.) memang mirip dengan Kakap Merah (Lutjanus sp.), namun sebenarnya kedua jenis ikan tersebut jauh berbeda. Dari segi harga pun nila merah lebih murah dibanding ikan kakap. Memang apabila kita membandingkan harga jual nila merah dengan nila lainnya seperti nila gift dan nila hitam relatif lebih mahal.Warnanya pun cenderung lebih disukai konsumen sehingga membuat banyak orang mensejajarkan Nila Merah dengan Kakap Merah. Dan bisa jadi juga hal tersebut menjadi strategi pemasaran bagi para pedagang untuk lebih mendongkrak harga jual Nila Merah di pasaran. Apapun alasannya memang belakangan Nila Merah menjadi semakin populer dalam sepuluh tahun terkhir.
Ikan nila merah adalah salah satu ikan komoditas unggulan di sektor perikanan. Keunggulannya hampir sama dengan ikan nila hitam, yaitu mudah dibudidayakan, mudah diproduksi secara masal, mempunyai daging yang tebal, pertumbuhannya cepat, mempunyai respon yang  baik terhadap pakan dan relatif lebih tahan terhadap penyakit. Nila merah cenderung lebih menarik dibanding ikan nila lain karena warnanya yang mencolok dan mirip dengan ikan kakap yang merupakan idola dari laut.

Sejarah “LARASATI”
Keberadaan Nila Merah jenis baru ini sebenarnya bukanlah hal baru didunia perikanan. Nila Merah strain Janti (LARASATI) ini direlease pada tanggal 23 Nopember 2009, di Jawa Tengah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Secara seremonial Larasati direlease oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Bp. Fadel Muhammad melalui SK No. KEP.79/MEN/2009. Nama Larasati diambil dari nama seorang dewi dalam tokoh pewayangan yang merupakan isteri dari Arjuna yang sangat terkenal. Dikatakan strain Janti karena kegiatan pemuliaannya dilakukan di Satuan Kerja Perbenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar Janti (Satker PBIAT Janti), terletak di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Satker PBIAT Janti merupakan salah satu dari tiga satuan kerja di bawah Balai Perbenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar Muntilan (BPBIAT Muntilan).                         ( http://satkerpbiatjantiklaten.wordpress.com)
lIKAN NILA LARASATI

Kegiatan pemuliaan ikan Nila di Satker PBIAT Janti dimulai sejak tahun 2004 setelah Satker PBIAT Janti ditunjuk menjadi Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Regional (PPIINR) melalui SK Dirjen Budidaya No. 6378/DPB-1/PB.110.D1/12/03. Pada tahap awal dimulai dengan mendatangkan ikan Nila berbagai strain seperti Gift, Nifi, Singapura, Citralada dan Nila Putih. Kemudian pada tahun 2005 dilakukan perkawinan secara inbreeding dan cross breeding untuk mendapatkan gambaran performa benih yang dihasilkan. Pada tahun 2006 diketahui persilangan (cross breeding) antara induk strain Gift (GG) dan pejantan strain Singapura (SS) menghasilkan benih hibrid (GS) terbaik. Pemuliaan induk dilakukan menggunakan metode seleksi individu. Generasi pertama (F1) dihasilkan tahun 2006, generasi kedua (F2) tahun 2007 dan generasi ketiga (F3) tahun 2008. Berbagai uji terhadap benih hibrid (GS) generasi ketiga seperti uji pertumbuhan, multi lokasi, salinitas, dan hama penyakit dilakukan tahun 2008. Benih hibrid (GS) generasi ketiga inilah yang direlease pada tanggal 23 Nopember 2009 dengan nama Larasati.

Induk Larasati
INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU
Pada tanggal 27 Desember 2012 yang lalu dilakukan pelepasan Induk Ikan Nila Jantan PANDU dan Induk Ikan Nila Betina KUNTI yang merupakan indukan dari LARASATI. Pelepasan Induk Nila PANDU dan KUNTI  melalui Kepmen Pelepasan Induk Ikan Nila Jantan PANDU dan Induk Ikan Nila Betina KUNTI (KEPMEN KP No. KEP. 48/MEN/2012). Keputusan Menteri tersebut  dikeluarkan dan  ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Secara yuridis, induk Pandu dan Kunti telah resmi menjadi milik seluruh masyarakat perikanan Indonesia. Semua ini dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi nila nasional untuk mendukung Industrialisasi Perikanan Budidaya. Keberadaan Induk Pandu dan Kunti ini sudah bisa digunakan untuk memproduksi benih hibrida Nila Merah Larasati dan telah didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.
INDUK BETINA KUNTI

Secara Fisik, Induk Ikan Nila Jantan Pandu berwarna bule/kemerahan dan Induk Nila betinanya “Kunti”  berwarna kehitaman. Hasil perkawinan kedua jenis Induk Nila tersebut lah yang menghasilkan Nila Merah Strain Janti (LARASATI). Jadi hal ini juga menunjukkan “Fenomena Unik” dimana dari Induk yang bule/kemerahan serta kehitaman bisa menghasilkan Benih Hibrida Nila Merah “Larasati”.

Pengembangan Larasati di Temanggung
Bupati Temanggung Menyaksikan Tebar Benih Larasati
Sebagaimana kita ketahui bahwasannya Kabupaten Temanggung selain menjadi daerah basis pertanian khususnya tembakau, juga mempunyai potensi untuk pengembangan sektor perikanan. Temanggung memiliki sumber daya perairan yang sangat melimpah. Sebagian besar wilayahnya mempunyai aliran sungai yang jarang mengering di sepanjang tahun.  Hal tersebut bisa menjadi sebuah peluang dan berpotensi sekali untuk  pengembangan usaha perikanan. Terlebih lagi adanya potensi tersebut mendapat dukungan besar dan serius dari Bupati Temanggung, Bapak Drs. H. Bambang Sukarno yang berencana untuk mengembangkan sektor perikanan. Keseriusan tersebut  Beliau sampaikan dalam  acara pemberian bantuan dan penebaran benih ikan nila larasati serta penyerahan bantuan Induk Jantan “Pandu” dan Induk Betina “Kunti” secara simbolik ke beberapa kelompok pembudidaya ikan yang diadakan di Desa Caturanom, Kecamatan Parakan pada hari Rabu 18 September 2013 yang lalu. Beliau menegaskan akan mendukung pengembangan sektor perikanan dikabupaten temanggung yang diharapkan bisa mensejahterakan masyarakat dengan program perikanan yang ada, dan diharapkan kedepannya akan ada “out put” yang nyata.

Bupati Temanggung  beserta Rombongan Tebar Benih Larasati
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Muhammad Hadi, mengemukakan bantuan induk nila pandu kunti telah diberikan kepada sembilan kelompok yakni Mina Kanti Gumuyu, Mina Raharja, Jo-Fish, Mina Aji , Mina Karya Makmur, Kharisma, Mina Taruna Tani, dan Mina Abadi. Sembilan kelompok itu berasal dari Ngadirejo, Bulu, Parakan yang masing-masing kelompok  mendapatkan dua paket. Bantuan Induk Pandu Kunti tersebut per paketnya berisi 100 ekor jantan dan 300 ekor betina. Sedangkan untuk kelompok pembudidaya ikan Mina Makmur Caturanom Parakan mendapatkan benih ikan nila larasati sejumlah 35.000 ekor dan pakan ikan 4.200 kg.
Khusus untuk bantuan benih larasati dan pakan ikan kepada kelompok pembudidaya ikan Mina Makmur Caturanom akan digunakan untuk mengembangkan budidaya ikan Nila dengan sistem  KAD (Kolam Air Deras). Dimana dengan aliran air yang ada disekitar kolam kelompok memang memungkinkan untuk dikembangkannya sistem pembesaran nila merah strain janti ini dengan Air Deras. Sistem Pembesaran Nila dengan KAD ini diharapkan kedepannya bisa menjadi percontohan bagi kelompok pembudidaya ikan lainnya. Pasalnya di daerah asal larasati, disekitar janti klaten, seperti dikawasan Desa Nila di Desa Nganjat, Ponggok, Jimus, Janti, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten sudah banyak dibudidayakan dengan sistem Kolam Air Deras. Sehingga dengan larasati ini kita masih punya harapan besar untuk bisa mengembangkannya dengan berbagai macam sistem budidaya.
Beberapa waktu yang lalu penebaran benih larasati ini juga pernah dilakukan pada usaha mina padi. Penebaran tersebut dilakukan oleh  Kepala Pusat  Penyuluhan  Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Wakil Bupati  Temanggung pada tanggal 28 agustus 2012 lalu di lahan sawah  dusun Krajan Desa Soropadan.  Penebaran benih larasati ini  dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan sawah dalam menanam padi dengan cara membudidayakan ikan juga didalamnya. Usaha mina padi ini diharapkan selain untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga juga bisa dijual guna menambah penghasilan para petani.
Dengan banyaknya program bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, khususnya bantuan induk dan benih nila larasati ini diharapkan bisa mendukung program kementerian kelautan dan perikanan yang ingin menjadikan indonesia sebagai kawasan Industrialisasi Perikanan, khususnya Perikanan Budidaya. Semua ini bermuara pada rangkaian usaha untuk mensejahterakan masyarakat khususnya para pembudidaya ikan sehingga program pengentasan kemiskinan juga bisa dilakukan melalui sektor perikanan. Dan kita tidak berharap bantuan ini hanya “menguap” begitu saja serta hanya menjadi “muspro” belaka.

Daftar Pustaka :  http://satkerpbiatjantiklaten.wordpress.com