JAKARTA- pelaku usaha sektor Kelautan dan Perikanan diharapkan memilih alternatif usaha produktif meyusul ancaman perubahan iklim yang kian ekstrem. Usaha rumput laut di yakini menjadi salah satu pilihan yang tepat. Komoditas kelautan itu bisa di jadikan sumber energi alternatif dan proses produksinya dinilai ramah lingkungan.
"Di Jepang ancaman perubahan iklim kami disiasati dengan memilih kegiatan yang produktif tetapi ramah lingkungan. Lembaga keuangan seperti Bank diminta mendukung, dan pola ini kami namakan green fianance. Usaha rumput laut bisa menjadi alternatif," kata Takahashi Hongo, Special Advisor Head Environment Finance Japan bank For International Coorperation (JBIC) alam diskusi tentang green finance yang di gelar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) di Jakarta, pekan lalu.
Sementara itu, kemarin, di Jakarta, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Martani Husaini memastikan konsep green finance bisa dengan mudah diterapkan di Indonesia. Apalagi, kebutuhan dunia atas komoditas lekautan itu kian meningkat.Tiongkok dan India saja, kata Martani, tercatat mengambil kuota impor dari Indonesia hingga 50% dari total ekspor kita. "Rumput laut menjadi primadona kita dimasa depan dan pengembangannya bisa dilakukan baik secara tradisional maupun melalui konsep green finance," kata Martani yang mengaku baru kembali dari kunjungan kerja ke India dan Sri Lanka.
Menurut Takashi, pembiayaan ke sektor rumput laut harus mendapat dukungan dari perbankan agar pengembanganya bisa dilakukan dalam skala besar. Energi biofuel, kata Takashi,semakin hari semakin terbatas dan dipastikan habis suatu ketika. namun, kebutuhan atas energi tak pernah habis."Energi dari rumput laut bisa menjadi andalan baru karena relatif belum banyak digeluti," kata Takashi.
Selain itu, kata dia, didukung teknologi maju pengembangan rumput laut bisa sangat ramah lingkungan. Karena itu, pengembangan sektor ini sedikit banyakmeminimalisasi kerusakan lingkungan. "Nelayan atau pambudidaya bisa mengandalkan rumput laut menjadi sumber pendapatan mereka. Apalagi, pengembangannya dilakukan dalam skala besar dan di dukung perbankan," kata Takashi.
Dalam kondisi cuaca buruk, lanjut Takashi, nelayan tidak bisa memaksakan diri melaut. Apalagi infrastruktur seperti kapal, jaring penangkap, serta alat pemantaucuaca tidak dimiliki. "Dengan beralih ke rumput laut, pengembangannya tidak melawan alam tetapi berusaha bersahabat dengan alam. Di Jepang, kami nemkan green finance karena Bank mendukung usaha ini," kata Takashi.
Jenis Gracilaria
Sementara itu, Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Muhammad Taufik mengatakan, menyambut konsep green finance pihaknnya berencana mengembangkan rumput laut jenis gracilaria. jenis ini potensial dijadikan sumber energi alternatif. "Ada banyak jenis rumut laut, tetapi jenis gracilaria paling bagus untuk energi," kata Taufik.
Diketahui, di Indonesia rumput laut gracilaria banyak dibudidayakan di sepanjang pantai selatan pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi.
Menurut Taufik, rumput laut grcilaria bisa dibudidayakan di laut, air payau,maupun di tambak yang didominasi air tawar. Jenis gracilaria juga dikenal sebagai agar merah.
Taufik menjelaskan, rumput laut gracilaria atau agar merah berkualitas tinggi memilki ciri berwarna tua sampai kehitaman, agak kusam, talus agak panjang, cukup kering tetapi agak lembab. (jjr)
Sumber :Investor Daily 1 Februari 2011 hal 8