PENGUMUMAN
Nomor :B. 557/BPSDMKP.04/TU.210/XII/2011
TENTANG
PENERIMAAN PENYULUH PERIKANAN TENAGA KONTRAK (PPTK)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2012
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk Menjadikan Indonesia Sebagai Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015, serta menyejahterakan Kehidupan Nelayan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara efisien dan berkesinambungan demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Sumber daya manusia yang handal dan profesional merupakan modal dasar bagi pembangunan kelautan dan perikanan.
Selain mewujudkan visi dan misi KKP, Pusat Penyuluhan KP, BPSDM KP juga memiliki rencana strategis (Renstra), yaitu: Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan MINAPOLITAN dengan usaha yang bankable menuju industrialisasi perikanan nasional. Dalam kerangka mewujudkan sasaran strategis dimaksud, maka ditetapkan dua indikator kinerja Pusat Penyuluhan KP, yaitu:
(1) peningkatan persentase kelompok dengan usaha mandiri setelah mendapatkan pendampingan PPTK;
(2) peningkatan persentase materi penyuluhan menjangkau kawasan minapolitan oleh PPTK
Perwujudan kedua indikator ini di lapangan, memang bukan hal yang mudah; karena itulah Pusat Penyuluhan KP akan menyinergikan seluruh daya dan dana yang tersedia; guna percepatan perwujudannya. Sehubungan dengan beberapa hal tersebut di atas; maka perlu ditetapkan Petunjuk Teknis Penerimaan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak tahun 2012 dengan penajaman persyaratan, sehingga memberi keyakinan bahwa PPTK tahun 2012 yang memenuhi persyaratan akan menjadi dinamisator dan penggerak utama yang mampu membantu Eselon I lingkup KKP dalam mencapai target kinerja.
Pada tataran penjabaran target keberhasilan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang mencantumkan angka peningkatan produksi perikanan budidaya sebesar 353%; perikanan tangkap sebesar 6 % dan peningkatan sektor lainnya, maka tidak ada jalan lain, kecuali menggerakkan seluruh potensi sumber daya manusia kelautan dan perikanan secara massif dengan kebersamaan dan penyatuan persepsi. Upaya penyatuan langkah di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dimaksud merupakan implementasi dari sistem penyuluhan perikanan.
Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2012 harus memenuhi persyaratan dan mengirimkan surat lamaran sesuai dengan petunjuk teknis tentang Penerimaan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2012 (terlampir) dan paling lambat sudah diterima oleh panitia di Pusat Penyuluhan KP tanggal 6 Januari 2012 baik melalui pos ataupun email
Jakarta, Desember 2011
Pusat Penyuluhan KP
"""ALAMAT WEB-WEB PENTING"""""
29 Desember 2011
13 Desember 2011
Resume : Budidaya Belut Air Bersih
Budidaya Belut Air Jernih
Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa belut merupakan hewan yang hidupnya selalu di lumpur. Bahkan banyak para petani belut yang menggunakan lumpur/tanah sebagai media untuk budidayaan belut. Sebenarnya itu merupakan hal yang wajar karena memang pada dasarnya belut hidupnya di sawah yang biasanya ditanami tumbuh-tumbuhan seperti padi. Akan tetapi taukah anda bahwa ternyata belut dapat dikembang biakkan di dalam kolam yang berisi air seperti layaknya ikan?
Info-info Pelatihan Budidaya Belut silahkan klik :
http://tehnikbudidayabelut.blogspot.com/
Metode terbaru Budidaya Belut khususnya pembesaran adalah di "Air jernih (bersih / tanpa lumpur)". Metode ini sudah dicoba di beberapa petani yaitu Pati, Kudus, Semarang, Boyolali, Klaten dan Subang. Hasilnya sangat menakjubkan dalam kurun waktu 1 1/2 - 2 bulan pembesarannya sudah seukuran jari manis dan telunjuk tangan orang dewasa dengan pakan 100% cacing. Namun kita "tetap" menggunakan media lumpur dengan metode khusus untuk melakukan proses pembenihannya.
Budidaya belut di air jernih sangat efisien dan sangat menguntungkan. Caranya belut dari bibit tangkapan diadaptasikan dahulu ke dalam kolam yang komposisinya Lumpur yang nglenyet sedalam lutut orang dewasa, diatasnya gedebok pisang yang benar-benar busuk, diatasnya di taruhi jerami padi setelah itu diatasnya di kasih air jernih. Setelah satu bulan di taruh di kolam mediasi itu kemudian bulan keduanya Lumpur dikurangi tiap hari sampai habis, belum tidak kaget serta jadi terbiasa hidup diair jernih.
Pemberian pakan pokok yang disatrankan jumlah minimal perhari bulan pertama cacing merah dengan yuyu, bulan kedua dipakani cacing merah, cacahan keong, cacahan anak katak, cacahan ikan, bulan ke tiga diberi pakan keong separo dan anak katak, pada bulan ke empat sampai panen keong utuh dan anak katak utuh. Penggantian air rutin pada saat pemberian pakan yuyu, selama pemberian pakan keong pergantian air dilakukan seminggu sekali kita tetap menjaga air tetap jernih jangan sampai keruh karena pembusukan pakan.
Keuntungan dengan pembesaran belut pada air bersih, jumlah (yang berkaitan dengan kelangsungan hidup) dan pertumbuhan (yang berhubungan dengan penambahan bobot) dapat selalu terkontrol sehingga target produksi bisa lebih ter-realistis dan untuk jumlah penebaran bibit belut di air bersih bisa lebih besar (bisa 10 bahkan sampai 30 kali lipat dibanding dengan penebaran benih di media lumpur).
Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa belut merupakan hewan yang hidupnya selalu di lumpur. Bahkan banyak para petani belut yang menggunakan lumpur/tanah sebagai media untuk budidayaan belut. Sebenarnya itu merupakan hal yang wajar karena memang pada dasarnya belut hidupnya di sawah yang biasanya ditanami tumbuh-tumbuhan seperti padi. Akan tetapi taukah anda bahwa ternyata belut dapat dikembang biakkan di dalam kolam yang berisi air seperti layaknya ikan?
Info-info Pelatihan Budidaya Belut silahkan klik :
http://tehnikbudidayabelut.blogspot.com/
Metode terbaru Budidaya Belut khususnya pembesaran adalah di "Air jernih (bersih / tanpa lumpur)". Metode ini sudah dicoba di beberapa petani yaitu Pati, Kudus, Semarang, Boyolali, Klaten dan Subang. Hasilnya sangat menakjubkan dalam kurun waktu 1 1/2 - 2 bulan pembesarannya sudah seukuran jari manis dan telunjuk tangan orang dewasa dengan pakan 100% cacing. Namun kita "tetap" menggunakan media lumpur dengan metode khusus untuk melakukan proses pembenihannya.
Budidaya belut di air jernih sangat efisien dan sangat menguntungkan. Caranya belut dari bibit tangkapan diadaptasikan dahulu ke dalam kolam yang komposisinya Lumpur yang nglenyet sedalam lutut orang dewasa, diatasnya gedebok pisang yang benar-benar busuk, diatasnya di taruhi jerami padi setelah itu diatasnya di kasih air jernih. Setelah satu bulan di taruh di kolam mediasi itu kemudian bulan keduanya Lumpur dikurangi tiap hari sampai habis, belum tidak kaget serta jadi terbiasa hidup diair jernih.
Pemberian pakan pokok yang disatrankan jumlah minimal perhari bulan pertama cacing merah dengan yuyu, bulan kedua dipakani cacing merah, cacahan keong, cacahan anak katak, cacahan ikan, bulan ke tiga diberi pakan keong separo dan anak katak, pada bulan ke empat sampai panen keong utuh dan anak katak utuh. Penggantian air rutin pada saat pemberian pakan yuyu, selama pemberian pakan keong pergantian air dilakukan seminggu sekali kita tetap menjaga air tetap jernih jangan sampai keruh karena pembusukan pakan.
Keuntungan dengan pembesaran belut pada air bersih, jumlah (yang berkaitan dengan kelangsungan hidup) dan pertumbuhan (yang berhubungan dengan penambahan bobot) dapat selalu terkontrol sehingga target produksi bisa lebih ter-realistis dan untuk jumlah penebaran bibit belut di air bersih bisa lebih besar (bisa 10 bahkan sampai 30 kali lipat dibanding dengan penebaran benih di media lumpur).
17 November 2011
IKAN DAN KETAHANAN PANGAN
Isu krisis ketahanan pangan yang semakin santer di tahun 2011 ini harus segera mendapat, bila tidak maka terpuruklah bangsa kita ini. Di beberapa Negara sudah mulai membatasi ekspor bahan pangan sebagai cadangan di masing-masing negara. Kondisi ini harus diantisipasi dengan mengurangi ketergantungan kita terhadap bahan pangan import. Total impor bahan pangan sekitar US$ 5 M/tahun atau setara dengan 5% dari APBN (Kompas, Agustus 2009), dimana impor daging sapi sekitar 80.000/tahun atau sekitar 30% dari kebutuhan domestic, senilai US$ 480 juta (2009). Oleh karenanya kampanye makan ikan terus digalakkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan harapan dapat mengurangi posisi konsumsi daging impor oleh bangsa Indonesia dan merubahnya menjadi mengkonsumsi ikan.
Apabila dicermati lebih jauh maka konsumsi ikan memberikan banyak manfaat dibandingkan dengan daging sapi, terutama Indonesia sebagai net fish exporter dengan impor ikan pada tahun 2009 hanya sebesar 143.640 ton atau hanya 2,5% dari kebutuhan ikan domestic dan sebagai bahan baku pengolahan untuk diekspor. Salah satu keuntungan yang menonjol adalah harga ikan yang lebih murah dengan kisaran harga yang sangat tinggi yang dapat memenuhi selera semua segmen konsumen. Bahkan data AP5I (Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia) menunjukkan bahwa harga protein ikan per gram sangat murah dibanding protein sapi, yaitu berkisar antara Rp.110,- hingga Rp. 200,-, dibanding Rp.325,- protein sapi. Selanjutnya, ikan juga merupakan komoditas yang dapat diterima oleh seluruh bangsa, agama serta suku dengan label halal tanpa perlu ritual penyembelihan. Keunggulan ikan daripada sapi secara lengkap dapat dilihat pada table dibawah.
Anomali iklim
Banyak kalangan berpendapat bahwa kelangkaan bahan pangan dipicu oleh adanya anomali iklim atau juga dikenal perubahan iklim. Hal ini bisa dimengerti dengan meningkatnya curah hujan yang berakibat pada kegagalan panen pada produk-produk pertanian. Cuaca yang buruk disertai gelombang di lautan juga menghantam nelayan sehingga banyak dari mereka yang tidak melaut.
Bersyukur anomali iklim tidak terlalu berpengaruh di bidang perikanan budidaya, bahkan banyak dari nelayan yang sekarang beralih ke kegiatan budidaya. Hal ini dapat terlihat dari keberhasilan capaian produksi perikanan budidaya yang sesuai target, bahkan mengalami kenaikan 101.86 % target sebesar dari 5,38 juta ton menjadi 5,48 juta ton pada tahun 2010 yang lalu. Namun demikian kita tidak boleh terlena dengan keberhasilan ini karena sebagian bahan baku pakan ikan masih tergantung pada hasil pertanian, diantaranya adalah jagung, kedelai, dedak, dan juga terigu dimana keberhasilan produksi bahan-bahan diatas sangat dipengaruhi oleh iklim. Apabila bahan tersebut sulit didapatkan maka harga pakan ikan juga akan membumbung tinggi yang berdampak pada biaya produksi ikan. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan gerakan sejuta hektar minapadi yang dianggap tepat untuk mengantisipasi anomali iklim.
Kontrak Produksi
Sebagai wujud komitmen untuk terus mendorong pembangunan sektor perikanan budidaya guna ketahanan pangan, maka dibuatlah kontrak produksi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota. Nilai yang disepakati tentunya berdasarkan pada potesi serta kemampuan daerah dalam menggenjot usaha perikanan budidaya di wilayahnya. Kontrak produksi selengkapnya dapat dilihat pada table dibawah ini.
Provinsi Perikanan Budidaya
Sumatera 1,232,490
Nanggroe Aceh Darussalam 96,937
Sumatera Utara 129,037
Sumatera Barat 168,370
Riau 100,728
Kepulauan Riau 59,339
Jambi 56,731
Sumatera Selatan 288,630
Kepulauan Bangka Belitung 76,718
Bengkulu 32,320
Lampung 223,680
J a w a 1,773,532
Banten 96,500
DKI Jakarta 19,668
Jawa Barat 749,176
Jawa Tengah 341,452
DI Yogyakarta 82,699
Jawa Timur 484,037
Bali – Nusatenggara 1,311,891
Bali 196,800
Nusa Tenggara Barat 309,730
Nusa Tenggara Timur 805,361
Provinsi Perikanan Budidaya
Kalimantan 324,920
Kalimantan Barat 37,533
Kalimantan Tengah 32,434
Kalimantan Selatan 77,141
Kalimantan Timur 177,812
Sulawesi 1,853,354
Sulawesi Utara 139,090
Gorontalo 133,241
Sulawesi Tengah 374,450
Sulawesi Selatan 797,179
Sulawesi Barat 169,784
Sulawesi Tenggara 239,610
Maluku – Papua 351,315
Maluku 201,690
Maluku Utara 82,661
Papua 33,985
Papua Barat 32,979
Jumlah 6,847,502
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Budidaya
Dalam era perdagangan bebas, produk perikanan budidaya Indonesia menghadapi berbagai tantangan untuk meningkatkan daya saing, baik dalam mutu produk maupun efisiensi dalam produksi. Tantangan terbesar bagi produk pangan termasuk produk perikanan budidaya di Indonesia yang paling utama adalah keamanan pangan (food safety). Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan kesehatan dan keamanan pangan, menuntut seluruh pihak terkait dengan perikanan budidaya di Indonesia mengutamakan kualitas, baik untuk produk ekspor maupun konsumsi masyarakat.
Peningkatan mutu produk perikanan lebih diarahkan untuk memberikan jaminan keamanan pangan mulai bahan baku hingga produk akhir hasil yang bebas dari bahan cemaran sesuai persyaratan pasar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membentuk Otoritas Kompeten yang mempunyai kewenangan untuk mengendalikan penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sebagai instansi penanggung jawab pengendalian penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil di masyarakat.
Sebagai dasar dalam pengendalian penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan telah disusun rangkaian peraturan sebagai berikut:
1. Undang Undang No. 45/2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/2004 tentang Perikanan
2. PerMenKP No. PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
3. PerMen KP No. PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan
4. KepMen KP No.KEP.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi
5. KepMen KP No. KEP.02/MEN/2007 tentang CBIB
6. Kep Dirjen PB No. 116/DPB/HK.150. D4/I/2007 ttg Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Biologi & atau Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan;
7. Kep Dirjen PB No. 44/DJ-PB/2008 ttg : Petunjuk Teknis Sertifikasi CBIB
8. PerMenKP No. PER.02/MEN/2010 tentang Pengadaan & Peredaran Pakan
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan menekankan pada upaya pencegahan yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra produksi sampai dengan pendistribusian untuk mendapatkan hasil perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia.
Peningkatan mutu produk perikanan budidaya lebih diarahkan untuk memberikan jaminan keamanan pangan mulai bahan baku hingga produk akhir hasil budidaya yang bebas dari bahan cemaran sesuai persyaratan pasar. Kegiatan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencakup:
1. Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) bagi usaha pembudidayaan ikan
2. Sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) bagi usaha pembenihan ikan
3. Pendaftaran Pakan bagi pakan ikan baik produksi dalam negeri maupun impor
4. Pendaftaran Obat Ikan bagi obat ikan baik produksi dalam negeri maupun impor
5. Monitoring Residu di tingkat pembudidaya ikan terhadap penggunaan obat ikan, bahan kimia, bahan biologi dan kontaminan
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya
Indonesia Berhasil Bawa Pulang 17 Nelayan dari Malaysia, 57 Lagi Masih Ditahan
Selasa, 15 November 2011 20:04 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil advokasi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap nelayan Indonesia yang bermasalah di luar negeri membuahkan hasil. Setidaknya sebanyak 17 nelayan Indonesia yang ditangkap Pemerintah Malaysia hari ini (15/11) diserahterimakan secara langsung Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo kepada pihak keluarganya di Bandar Udara Polonia Medan.
Ia juga menegaskan bahwa pengembalian 17 nelayan yang ditahan di Penang, Malaysia ini merupakan bentuk komitmen dan perhatian Pemerintah Indonesia untuk selalu memberikan perlindungan terhadap nelayannya.
Cicip menjelaskan bahwa kegiatan advokasi yang dilakukan KKP dengan mengirimkan tim ke Malaysia untuk memberikan bantuan hukum dalam bentuk pendampingan terhadap nelayan yang bermasalah di luar negeri.
Kegiatan ini merupakan penjabaran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor : Per.15/Men/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pasal 776 - pasal 779.
Keberangkatan tim KKP ke Malaysia sejak 10 hari lalu dilakukan untuk membebaskan 23 nelayan Indonesia yang ditahan di Penang Malaysia. Hasilnya, sebanyak 17 nelayan berhasil dikembalikan ke tanah air untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
Sedangkan sebanyak 6 orang nelayan lainnya baru menjalani putusan pengadilan kemarin (14/11) dan akan segera dibawa pulang ke Indonesia. Keenam nelayan tersebut mendapat beragam putusan pengadilan, yaitu sebanyak 2 orang bebas, 1 nelayan (nahkoda) mendapat putusan penjara selama 5 bulan dan 3 nelayan lainnya mendapatkan hukuman 3 bulan penjara.
Pemerintah Indonesia akan duduk bersama dengan pemerintah Malaysia untuk menyepakati hal-hal yang berkaitan dengan pelayaran nelayan di daerah perbatasan. Karena sering kali nelayan kita melewati perbatasan tanpa sadar karena keterbatasan peralatan, jadi bukan disengaja untuk mencuri.
Oleh karena itu kerjasama pengawasan dan sosialisasi perlu untuk ditingkatkan. Tapi sebaliknya kerjasama penegakan hukum juga akan ditingkatkan untuk oknum-oknum yang memang bermaksud untuk mencuri, ini berlaku untuk pencurian ikan di perairan tetangga dan di perairan kita sendiri, ucap Cicip.
Kegiatan advokasi terhadap nelayan akan terus diintensifkan KKP, mengingat saat ini tercatat nelayan Indonesia yang masih berada dalam tahanan Malaysia adalah sebanyak 57 (lima puluh tujuh) orang yang telah menerima putusan pengadilan.
Putusan pengadilan yang diterima umumnya beragam, yaitu sebanyak 30 orang diputuskan hukuman pengadilan selama 6 bulan penjara, sebanyak 14 orang telah ditetapkan putusan pengadilan selama 5 bulan penjara, sebanyak 3 orang mendapatkan putusan pengadilan 4 bulan penjara, dan sebanyak 10 nelayan lainnya mendapatkan putusan pengadilan selama 3 bulan penjara.
Lokasi penahanan sebanyak 57 orang nelayan tersebut dilakukan di tiga lokasi, yaitu penjara Tapah, Perak sebanyak 6 orang nelayan, penjara Sebrang Perai, Penang sebanyak 2 orang, dan penjara Pokok Sena, Kedah sebanyak 49 orang nelayan. Selebihnya, nelayan Indonesia yang tertangkap di Malaysia masih ditampung di Detention Centre Juru, Penang sebanyak 2 orang dan Detention Centre Langkap Ipoh sebanyak 3 orang.
Dalam kunjungan kerjanya ke Medan kali ini, Menteri Kelautan dan Perikanan bersama Wakil Gubernur juga berkunjung ke rumah Alm. Sdr. Eli Zailani di (nelayan Indonesia yang meninggal di tahanan Malaysia) Pantai Lebuh untuk menyampaikan bela sungkawa kepada pihak keluarga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil advokasi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap nelayan Indonesia yang bermasalah di luar negeri membuahkan hasil. Setidaknya sebanyak 17 nelayan Indonesia yang ditangkap Pemerintah Malaysia hari ini (15/11) diserahterimakan secara langsung Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo kepada pihak keluarganya di Bandar Udara Polonia Medan.
Ia juga menegaskan bahwa pengembalian 17 nelayan yang ditahan di Penang, Malaysia ini merupakan bentuk komitmen dan perhatian Pemerintah Indonesia untuk selalu memberikan perlindungan terhadap nelayannya.
Cicip menjelaskan bahwa kegiatan advokasi yang dilakukan KKP dengan mengirimkan tim ke Malaysia untuk memberikan bantuan hukum dalam bentuk pendampingan terhadap nelayan yang bermasalah di luar negeri.
Kegiatan ini merupakan penjabaran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor : Per.15/Men/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan pasal 776 - pasal 779.
Keberangkatan tim KKP ke Malaysia sejak 10 hari lalu dilakukan untuk membebaskan 23 nelayan Indonesia yang ditahan di Penang Malaysia. Hasilnya, sebanyak 17 nelayan berhasil dikembalikan ke tanah air untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
Sedangkan sebanyak 6 orang nelayan lainnya baru menjalani putusan pengadilan kemarin (14/11) dan akan segera dibawa pulang ke Indonesia. Keenam nelayan tersebut mendapat beragam putusan pengadilan, yaitu sebanyak 2 orang bebas, 1 nelayan (nahkoda) mendapat putusan penjara selama 5 bulan dan 3 nelayan lainnya mendapatkan hukuman 3 bulan penjara.
Pemerintah Indonesia akan duduk bersama dengan pemerintah Malaysia untuk menyepakati hal-hal yang berkaitan dengan pelayaran nelayan di daerah perbatasan. Karena sering kali nelayan kita melewati perbatasan tanpa sadar karena keterbatasan peralatan, jadi bukan disengaja untuk mencuri.
Oleh karena itu kerjasama pengawasan dan sosialisasi perlu untuk ditingkatkan. Tapi sebaliknya kerjasama penegakan hukum juga akan ditingkatkan untuk oknum-oknum yang memang bermaksud untuk mencuri, ini berlaku untuk pencurian ikan di perairan tetangga dan di perairan kita sendiri, ucap Cicip.
Kegiatan advokasi terhadap nelayan akan terus diintensifkan KKP, mengingat saat ini tercatat nelayan Indonesia yang masih berada dalam tahanan Malaysia adalah sebanyak 57 (lima puluh tujuh) orang yang telah menerima putusan pengadilan.
Putusan pengadilan yang diterima umumnya beragam, yaitu sebanyak 30 orang diputuskan hukuman pengadilan selama 6 bulan penjara, sebanyak 14 orang telah ditetapkan putusan pengadilan selama 5 bulan penjara, sebanyak 3 orang mendapatkan putusan pengadilan 4 bulan penjara, dan sebanyak 10 nelayan lainnya mendapatkan putusan pengadilan selama 3 bulan penjara.
Lokasi penahanan sebanyak 57 orang nelayan tersebut dilakukan di tiga lokasi, yaitu penjara Tapah, Perak sebanyak 6 orang nelayan, penjara Sebrang Perai, Penang sebanyak 2 orang, dan penjara Pokok Sena, Kedah sebanyak 49 orang nelayan. Selebihnya, nelayan Indonesia yang tertangkap di Malaysia masih ditampung di Detention Centre Juru, Penang sebanyak 2 orang dan Detention Centre Langkap Ipoh sebanyak 3 orang.
Dalam kunjungan kerjanya ke Medan kali ini, Menteri Kelautan dan Perikanan bersama Wakil Gubernur juga berkunjung ke rumah Alm. Sdr. Eli Zailani di (nelayan Indonesia yang meninggal di tahanan Malaysia) Pantai Lebuh untuk menyampaikan bela sungkawa kepada pihak keluarga.
18 Oktober 2011
Tiba di Istana, Fadel Muhammad Cemberut
Tiba di Istana, Fadel Muhammad Cemberut
Headline
Fadel Muhammad - inilah.com/Dok
Oleh: Laela Zahra
Nasional - Selasa, 18 Oktober 2011 | 17:06 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad tiba di Istana Kepresidenan dengan muka merengut.
Turun dari mobil dinas menterinya, Fadel nampak sibuk berbicara dengan sambungan telepon genggamnya. Wartawan pun membuntutinya, untuk mendapatkan jawaban tentang maksud kedatangannya ke Istana.
Usai berbicara di telepon seluler, Fadel merahasiakan maksud kedatangannya ke Istana yang tergolong awal untuk menghadiri pengumuman perombakan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. "Rahasia dong," katanya di Istana, Senin (18/10/2011).
Dengan ekspresi wajah merengut dan kaku, Fadel menyatakan siap dicopot sebagai Menteri. "Saya siap di dalam maupun di luar (kabinet) demi untuk negara," katanya. [mvi]
Headline
Fadel Muhammad - inilah.com/Dok
Oleh: Laela Zahra
Nasional - Selasa, 18 Oktober 2011 | 17:06 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad tiba di Istana Kepresidenan dengan muka merengut.
Turun dari mobil dinas menterinya, Fadel nampak sibuk berbicara dengan sambungan telepon genggamnya. Wartawan pun membuntutinya, untuk mendapatkan jawaban tentang maksud kedatangannya ke Istana.
Usai berbicara di telepon seluler, Fadel merahasiakan maksud kedatangannya ke Istana yang tergolong awal untuk menghadiri pengumuman perombakan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. "Rahasia dong," katanya di Istana, Senin (18/10/2011).
Dengan ekspresi wajah merengut dan kaku, Fadel menyatakan siap dicopot sebagai Menteri. "Saya siap di dalam maupun di luar (kabinet) demi untuk negara," katanya. [mvi]
17 Oktober 2011
BUAH MANGROVE JADI DODOL DAN SIRUP
BUAH MANGROVE JADI DODOL DAN SIRUP
Walikota Jakutdukung penuhrencana FK3I itu
WALIKOTA Jakarta Utara H. Bambang Sugiyono menyambut baik rencana Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) DKI Jakarta mengolah buah mangrove menjadi dodol dan sirup.
Bambang Sugiyono mendukung program yang akan dilakukan para generasi muda apalagi memanfaatkan potensi buah mangrove menjadi bermanfaat dan mendatangkan penghasilan. "Tanaman tersebut merupakan satu - satunya jenis tan-aman pantai multi manfaat yang ada di DKI Jakarta," kata walikota yang didampingi Kasudin Kominfomas, Hasmi Chalid, dan sejumlah pejabat lainnya, saat menerima kunjungan pengurus FK3I, kemarin. Saat ini, pihaknya me-mang sedang memberdayakan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan menggali potensi yang ada. Bahkan setiap potensi yang bisa dikembangkan akan dipacu. "Hasil olahan buah mangrove ini akan dipasarkan di kawasan 12 Destinasi Wisata Pesisir Jakarta Utara," jelasnya.
Walikota meminta Kasudin Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara, untuk terus membantu memfasilitasidan membimbing agar pemanfaatan buah mangrove bisa terealisasi.
LESTARIKAN LUNGKUNGAN
Menurut Ketua FK3I, Muhamad Irsyad, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan pelestarian lingkungan. Selain itu menumbuhkan perilakumenjaga lingkungan khususnya di sekitar hutan mangrove di Jakarta Utara.
Di samping itu pihaknya akan melatih masyarakat di tiga kelurahan yakni, Pluit, Kamal Muara dan kapuk Muara. Kepesertaannya meliputi anggota PKK, pelajar SMP, SMA/K dan para guru lembaga swadaya masyarakat serta warga di tiga kelurahan itu. (lina/ak/o)
Sumber: PosKota,16Oktober2011, Hal.B3
Walikota Jakutdukung penuhrencana FK3I itu
WALIKOTA Jakarta Utara H. Bambang Sugiyono menyambut baik rencana Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) DKI Jakarta mengolah buah mangrove menjadi dodol dan sirup.
Bambang Sugiyono mendukung program yang akan dilakukan para generasi muda apalagi memanfaatkan potensi buah mangrove menjadi bermanfaat dan mendatangkan penghasilan. "Tanaman tersebut merupakan satu - satunya jenis tan-aman pantai multi manfaat yang ada di DKI Jakarta," kata walikota yang didampingi Kasudin Kominfomas, Hasmi Chalid, dan sejumlah pejabat lainnya, saat menerima kunjungan pengurus FK3I, kemarin. Saat ini, pihaknya me-mang sedang memberdayakan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan menggali potensi yang ada. Bahkan setiap potensi yang bisa dikembangkan akan dipacu. "Hasil olahan buah mangrove ini akan dipasarkan di kawasan 12 Destinasi Wisata Pesisir Jakarta Utara," jelasnya.
Walikota meminta Kasudin Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara, untuk terus membantu memfasilitasidan membimbing agar pemanfaatan buah mangrove bisa terealisasi.
LESTARIKAN LUNGKUNGAN
Menurut Ketua FK3I, Muhamad Irsyad, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan pelestarian lingkungan. Selain itu menumbuhkan perilakumenjaga lingkungan khususnya di sekitar hutan mangrove di Jakarta Utara.
Di samping itu pihaknya akan melatih masyarakat di tiga kelurahan yakni, Pluit, Kamal Muara dan kapuk Muara. Kepesertaannya meliputi anggota PKK, pelajar SMP, SMA/K dan para guru lembaga swadaya masyarakat serta warga di tiga kelurahan itu. (lina/ak/o)
Sumber: PosKota,16Oktober2011, Hal.B3
14 Oktober 2011
GARAM TRADISIONAL DI MATA HASAN SAMPANG MADURA
07/10/2010 - Kategori : Minapolitan
GARAM TRADISIONAL DI MATA HASAN SAMPANG MADURA
Oleh :
Achmad Subijakto, A.Pi., MP
Berbicara tentang garam, yang terbersit tentu rasa asin karena kita berpikir dengan rasa. Kalau sudah melibatkan rasa, maka yang paling utama adalah kepekaan lidah. Bahkan lidahpun punya spesifikasi khusus dimana hanya bagian sisi pinggir bagian depan saja yang peka terhadap rasa asinnya garam. Ini kenyataan, meski sebenarnya garam adalah komoditas masyarakat dengan potensi yang besar dan terbentang di depan mata, namun adalah kebetulan jika dihubungkan dengan kepekaan lidah manusia, tetap saja menjadi komoditas pinggiran yang dipandang sebelah mata. Jika rasa manis berada di ujung depan lidah, maka rasa asin cukuplah disisinya. Bahkan sampai-sampai, jika harga gula yang manis meroket, buru-buru pemerintah melakukan operasi pasar untuk menetralisir harga yang melonjak. Tapi kalau garam harganya melonjak bagaimana ? Sepertinya itu masih jadi impian yang harus segera diwujudkan.
Meski garam itu sendiri adalah komoditi yang akan selalu dibutuhkan manusia seperti halnya kebutuhan manusia akan makanan. Peran garam dalam sisi ekonomis masih dikesampingkan. Mungkin karena termasuk “bulk commodity” yang murah harganya sehingga kadang disepelekan leh sebagian kalangan masyarakat. Padahal, fungsi garam untuk konsumsi itu sendiri tidak dapat digantikan bahkan sekaipun oleh gula. Oleh karena itu, sifat garam menjadi sensitif dan layak diposisikan sebagai komoditi strategis.
Jika kita mau jujur, sebenarnya katagori garam sebagai industri yang strategis tidaklah berlebihan. Sebut saja selain untuk keperluan konsumsi rumah tangga, garam dibutuhkan juga oleh industri tertentu, baik sebagai bahan baku maupun penolong. Industri pengguna garam terbesar adalah industri chlor alkali, yang pada tahun 2009 kebutuhannya mencapai 1.560.000 ton. Selain industri khlor alkali, garam juga digunakan untuk pengasinan ikan, industri-industri makanan, tekstil, penyamakan kulit, garam mandi/spa, perminyakan, farmasi dan perkebunan.Total kebutuhan garam diluar garam konsumsi pada tahun 2009 berjumlah sekitar 2.395.000 ton. Dengan demikian maka total kebutuhan nasional pada tahun tersebut berjumlah 2.888.000 ton. Ini sungguh sangat srategis mengingat bahwa luas perairan kita 2/3nya adalah lautan yang notabene merupakan sumberbahan baku pembuatan garam.
Sayangnya, karena termasuk sebagai komoditas yang murah maka sejulah kebijakan pada akhirnya malah tidak mampu mengangkat harkat dan derajat para petani atau petambak garam. Bahkan harga garam ditingkat produsen tradisional perkilogramnya masih berkutat pada kisaran Rp. 350,- jika lagi panen besar. Namun harga tersebut dapat meroket menjadi Rp. 500,- jika garam sulit didapatkan dari petani/petambak. Ironis memang, dengan lahan 3,5 Ha tambak garam, pertahunnya cuma bisa panen rata-rata 70 karung zak pupuk atau setara dengan 7 ton. Itupun jika cuaca mendukung dengan tingkat panas matahari yang cukup sepanjang musim kemarau. Jadi jangan disamaratakan dengan pola kebutuha petani di sawah yang bercocok tanam di musim penghujan karena petambak garam hanya bisa berproduksi pada musim kemarau.
“Ya begini pak, saya pikir apa yang telah saya lakukan sudah maksimal, jadi tak mungkinlah untuk menaikkan produksi dengan luas lahan yang sama”. Ini adalah ungkapan keterbatasan sosok petani garam di Sampang Madura yang berada dalam keterbatasan dan hanya tergantung pada alam. Apalagi jka dihubungkan dengan cuaca ekstrim sepanjang tahun 2010 ini, beban petambak garam semakin berat karena bisa jadi garam yang akan dipanen tak dapat diambil hasilnya karena tiba-tiba turun hujan, Pupuslah sudah riwayat cita-cita untuk merubah nasib. menunjang dan mendukung seta mendorong mereka para petambak garam tradisional untuk dapat selalau mampu dan mau merubah sikap dan perilaku yang selalu tergantung pada alam dengan sifat keterbatasannya agar lebih berdaya dan justru mampu memanfaatkan alam, ilmu serta teknologi untuk dapat melakukan optimalisasi produksi.
Satu hal lagi yang patut kita pikirkan adalah pola pikir mereka para petambak garam yang merasakan bahwa apa yangmereka lakukan sudah maksimal dan tak mungkin menambah produksi lagi di lahan mereka karena keterbatasan ruang dan sifat dari bahan baku garam itu sendiri. Katakanlah kita ingin mereka lebih banyak memanfaatkan sir laut yang dialirkan kebak penampungan pembuatan garam agar lebih banyak air laut yang dapat diproses untuk menjadi garam, maka yang terjadi adalah justru garam akan sulit terbentuk jika mempercepat alur proses produksi secara tradisional ini. Meskipun demikian, sebenarnya mereka sudah banyak mengembangkan pola alur proses produksi garam. Hal ini bisa dilihat dengan adanya penggunaan kincir angin untuk memasukkan air laut ke bak penampungan dan mengalirkannya pada petak-petak proses penuaan air laut dengan tingkat salinitas yang semakin tinggi. Sampai akhirnya mengkristal menjadi butiran garam.
Pada akhirnya, peran pemerintah jelas sangat dibutuhkan untuk mendorong dan memacunya menjadi pelaku usaha petambak garam yang lebih mampu mengembangkan pola dan perilaku untuk melakukan optimalisasi produksi melalui program pengembangan kawasan Minapolitan garam yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masih banyak cara yang dapat dimanfaatkan dalam mengemban kebijakan strategis ini. Baik melalui pemberdayaan dengan optimalisasi sarana dan prasarana tambak, alih teknologi tepat guna dan bimbingan serta pelatihan yang merupakan struktur inti dalam mengembangkan produktifitas sebagai pokok utama dalam meningkatkan produksi garam. Tidak hanya pemberian bantuan teknis tetapi yang lebih penting adalah mengubah pola dan perilaku untuk dapat menerima perubahan ilmu dan teknologi yang dapat dimanfaatkan secara bijak, mudah dan tepat guna dengan biaya yang relatif murah.
Akankah hal ini dapat tercapai? Tentu saja kita masih memerlukan banyak strategi baru melalui inovasi baik dengan penelitian, perekayasaan dan pengkajian yang lebih mendalam untuk dapat meningkatkan produksi tanpa merusak lingkungan dengan mengedepankan sosio kultur budaya masyarakat setempat. Mengapa demikian? Karena hal paling sulit adalah mengubah sikap petambak garam dan bukan hanya pengetahuan dan keterampilannya. Membawa mereka lebih maju, mendorong mereka untuk lebih mandiri dan memupuk keinginan untuk berpikir secara luas adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah daerah dan pelaku usaha itu sendiri.
Pengembangan kualitas SDM menjadi pemicu bagi pertumbuhan produksi garam. Hal ini disebabkan potensi perairan dan luas lahan yang ada. Meski berdasarkan data yang ada dari seluruh pantai di Indonesia hanya 34.000 ha yang potensial untuk lahan penggaraman. Teryata dengan SdM yang ada pada saat ini baru sekitar 19.000 ha (56%) yang efektif dipakai untuk produksi garam.. Luas tambak garam ini tersebar di Jawa Timur, khususnya Madura seluas 11.867 ha (60,4%), Jawa Tengah seluas 2.748 ha (14%), Jawa Barat seluas 1.716 ha (8,7%), NTB dan Sulawesi Selatan masing-masing sedikit diatas 1.000 ha (masing-masing 0,5%), dan sisanya di NTT dan Sulawesi Tengah.
Masalah terakhir setelah produksi meningkat, perlu dipikirkan sistem pemasaran garam yang lebih transparan, mengedapankan kualitas mutu produk dan optimalisasi harga di tingkat petani dengan standar harga terendah yang disesuaikan dengan pola permintaan pasar terbuka. Kita tidak hanya bertanggungjawab untuk meningkatkan produksi tetapi juga harus mampu menselaraskan program pengembangan kawasan minapolitan garam yang seiring dengan peningkatan permintaan garam di pasar bebas dengan segala macam peruntukkanya. Akhirnya apa yang menjadi pola pikir Hasan sang petani tambak garam akan dapat diarahkan dan diakomodir dalam bentuk pemberdayaan dan pengembangan SDM pelaku usaha garam secara efektif dan efisien.
Sumber : Hasil identifikasi kebutuhan pengembangan SDM garam di Madura, 2010
GARAM TRADISIONAL DI MATA HASAN SAMPANG MADURA
Oleh :
Achmad Subijakto, A.Pi., MP
Berbicara tentang garam, yang terbersit tentu rasa asin karena kita berpikir dengan rasa. Kalau sudah melibatkan rasa, maka yang paling utama adalah kepekaan lidah. Bahkan lidahpun punya spesifikasi khusus dimana hanya bagian sisi pinggir bagian depan saja yang peka terhadap rasa asinnya garam. Ini kenyataan, meski sebenarnya garam adalah komoditas masyarakat dengan potensi yang besar dan terbentang di depan mata, namun adalah kebetulan jika dihubungkan dengan kepekaan lidah manusia, tetap saja menjadi komoditas pinggiran yang dipandang sebelah mata. Jika rasa manis berada di ujung depan lidah, maka rasa asin cukuplah disisinya. Bahkan sampai-sampai, jika harga gula yang manis meroket, buru-buru pemerintah melakukan operasi pasar untuk menetralisir harga yang melonjak. Tapi kalau garam harganya melonjak bagaimana ? Sepertinya itu masih jadi impian yang harus segera diwujudkan.
Meski garam itu sendiri adalah komoditi yang akan selalu dibutuhkan manusia seperti halnya kebutuhan manusia akan makanan. Peran garam dalam sisi ekonomis masih dikesampingkan. Mungkin karena termasuk “bulk commodity” yang murah harganya sehingga kadang disepelekan leh sebagian kalangan masyarakat. Padahal, fungsi garam untuk konsumsi itu sendiri tidak dapat digantikan bahkan sekaipun oleh gula. Oleh karena itu, sifat garam menjadi sensitif dan layak diposisikan sebagai komoditi strategis.
Jika kita mau jujur, sebenarnya katagori garam sebagai industri yang strategis tidaklah berlebihan. Sebut saja selain untuk keperluan konsumsi rumah tangga, garam dibutuhkan juga oleh industri tertentu, baik sebagai bahan baku maupun penolong. Industri pengguna garam terbesar adalah industri chlor alkali, yang pada tahun 2009 kebutuhannya mencapai 1.560.000 ton. Selain industri khlor alkali, garam juga digunakan untuk pengasinan ikan, industri-industri makanan, tekstil, penyamakan kulit, garam mandi/spa, perminyakan, farmasi dan perkebunan.Total kebutuhan garam diluar garam konsumsi pada tahun 2009 berjumlah sekitar 2.395.000 ton. Dengan demikian maka total kebutuhan nasional pada tahun tersebut berjumlah 2.888.000 ton. Ini sungguh sangat srategis mengingat bahwa luas perairan kita 2/3nya adalah lautan yang notabene merupakan sumberbahan baku pembuatan garam.
Sayangnya, karena termasuk sebagai komoditas yang murah maka sejulah kebijakan pada akhirnya malah tidak mampu mengangkat harkat dan derajat para petani atau petambak garam. Bahkan harga garam ditingkat produsen tradisional perkilogramnya masih berkutat pada kisaran Rp. 350,- jika lagi panen besar. Namun harga tersebut dapat meroket menjadi Rp. 500,- jika garam sulit didapatkan dari petani/petambak. Ironis memang, dengan lahan 3,5 Ha tambak garam, pertahunnya cuma bisa panen rata-rata 70 karung zak pupuk atau setara dengan 7 ton. Itupun jika cuaca mendukung dengan tingkat panas matahari yang cukup sepanjang musim kemarau. Jadi jangan disamaratakan dengan pola kebutuha petani di sawah yang bercocok tanam di musim penghujan karena petambak garam hanya bisa berproduksi pada musim kemarau.
“Ya begini pak, saya pikir apa yang telah saya lakukan sudah maksimal, jadi tak mungkinlah untuk menaikkan produksi dengan luas lahan yang sama”. Ini adalah ungkapan keterbatasan sosok petani garam di Sampang Madura yang berada dalam keterbatasan dan hanya tergantung pada alam. Apalagi jka dihubungkan dengan cuaca ekstrim sepanjang tahun 2010 ini, beban petambak garam semakin berat karena bisa jadi garam yang akan dipanen tak dapat diambil hasilnya karena tiba-tiba turun hujan, Pupuslah sudah riwayat cita-cita untuk merubah nasib. menunjang dan mendukung seta mendorong mereka para petambak garam tradisional untuk dapat selalau mampu dan mau merubah sikap dan perilaku yang selalu tergantung pada alam dengan sifat keterbatasannya agar lebih berdaya dan justru mampu memanfaatkan alam, ilmu serta teknologi untuk dapat melakukan optimalisasi produksi.
Satu hal lagi yang patut kita pikirkan adalah pola pikir mereka para petambak garam yang merasakan bahwa apa yangmereka lakukan sudah maksimal dan tak mungkin menambah produksi lagi di lahan mereka karena keterbatasan ruang dan sifat dari bahan baku garam itu sendiri. Katakanlah kita ingin mereka lebih banyak memanfaatkan sir laut yang dialirkan kebak penampungan pembuatan garam agar lebih banyak air laut yang dapat diproses untuk menjadi garam, maka yang terjadi adalah justru garam akan sulit terbentuk jika mempercepat alur proses produksi secara tradisional ini. Meskipun demikian, sebenarnya mereka sudah banyak mengembangkan pola alur proses produksi garam. Hal ini bisa dilihat dengan adanya penggunaan kincir angin untuk memasukkan air laut ke bak penampungan dan mengalirkannya pada petak-petak proses penuaan air laut dengan tingkat salinitas yang semakin tinggi. Sampai akhirnya mengkristal menjadi butiran garam.
Pada akhirnya, peran pemerintah jelas sangat dibutuhkan untuk mendorong dan memacunya menjadi pelaku usaha petambak garam yang lebih mampu mengembangkan pola dan perilaku untuk melakukan optimalisasi produksi melalui program pengembangan kawasan Minapolitan garam yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masih banyak cara yang dapat dimanfaatkan dalam mengemban kebijakan strategis ini. Baik melalui pemberdayaan dengan optimalisasi sarana dan prasarana tambak, alih teknologi tepat guna dan bimbingan serta pelatihan yang merupakan struktur inti dalam mengembangkan produktifitas sebagai pokok utama dalam meningkatkan produksi garam. Tidak hanya pemberian bantuan teknis tetapi yang lebih penting adalah mengubah pola dan perilaku untuk dapat menerima perubahan ilmu dan teknologi yang dapat dimanfaatkan secara bijak, mudah dan tepat guna dengan biaya yang relatif murah.
Akankah hal ini dapat tercapai? Tentu saja kita masih memerlukan banyak strategi baru melalui inovasi baik dengan penelitian, perekayasaan dan pengkajian yang lebih mendalam untuk dapat meningkatkan produksi tanpa merusak lingkungan dengan mengedepankan sosio kultur budaya masyarakat setempat. Mengapa demikian? Karena hal paling sulit adalah mengubah sikap petambak garam dan bukan hanya pengetahuan dan keterampilannya. Membawa mereka lebih maju, mendorong mereka untuk lebih mandiri dan memupuk keinginan untuk berpikir secara luas adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah daerah dan pelaku usaha itu sendiri.
Pengembangan kualitas SDM menjadi pemicu bagi pertumbuhan produksi garam. Hal ini disebabkan potensi perairan dan luas lahan yang ada. Meski berdasarkan data yang ada dari seluruh pantai di Indonesia hanya 34.000 ha yang potensial untuk lahan penggaraman. Teryata dengan SdM yang ada pada saat ini baru sekitar 19.000 ha (56%) yang efektif dipakai untuk produksi garam.. Luas tambak garam ini tersebar di Jawa Timur, khususnya Madura seluas 11.867 ha (60,4%), Jawa Tengah seluas 2.748 ha (14%), Jawa Barat seluas 1.716 ha (8,7%), NTB dan Sulawesi Selatan masing-masing sedikit diatas 1.000 ha (masing-masing 0,5%), dan sisanya di NTT dan Sulawesi Tengah.
Masalah terakhir setelah produksi meningkat, perlu dipikirkan sistem pemasaran garam yang lebih transparan, mengedapankan kualitas mutu produk dan optimalisasi harga di tingkat petani dengan standar harga terendah yang disesuaikan dengan pola permintaan pasar terbuka. Kita tidak hanya bertanggungjawab untuk meningkatkan produksi tetapi juga harus mampu menselaraskan program pengembangan kawasan minapolitan garam yang seiring dengan peningkatan permintaan garam di pasar bebas dengan segala macam peruntukkanya. Akhirnya apa yang menjadi pola pikir Hasan sang petani tambak garam akan dapat diarahkan dan diakomodir dalam bentuk pemberdayaan dan pengembangan SDM pelaku usaha garam secara efektif dan efisien.
Sumber : Hasil identifikasi kebutuhan pengembangan SDM garam di Madura, 2010
Mina Papilon Temanggung Wakili Jateng ke Tingkat Nasional
Kamis, 29 September 2011 20:10:00
Ilustrasi (Foto : Dok)
TEMANGGUNG (KRjogja.com)
- Usai berhasil menyabet juara pertama lomba budidaya ikan hias 2011, kelompok petani mina Papilon dari kecamatan Parakan Temanggung mewakili Jateng untuk lomba yang sama ke tingkat nasional.
Slamet Saryono, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Kamis (29/9) mengatakan beberapa ikan hias yang dibudidayakan adalah ikan koki, cupang, koi dan komet.
Budidaya tidak hanya untuk kelas kontes, ikan yang dikembangkan juga untuk pangsa pasar kelas menengah ke bawah dan anak-anak.
" Harga dari jutaan rupiah hingga ribuan rupiah per ekor. Pemasaran mulai Temanggung, Wonosobo, Magelang, Purwokerto dan kota lain, " katanya.
Dikemukakan beberapa kriteria yang mengantar Mina Papilon juara ditingkat Jateng adalah budidaya kontinyu, penerapan pengetahuan teknis budidaya ikan, dan dampak kegiatan mina tani pada sosial ekonomi seperti peningkatan ekonomi anggota dan warga sekitar.
" Mina politan sudah membina lingkungan yang salah satunya jadi sponsor kegiatan olah raga," katanya.
Kepala Bidang Perikanan M Hadi mengatakan pihaknya secara kontinu melakukan pembinaan baik secara teknis budidaya, ekonomi sosial, permodalan dan promosi atau pemasaran. " Kami dampingi petani, dan kini mulai membuahkan hasil," katanya.
Disampaikan penilaian lomba akan dilakukan oleh tim dari Kementrian Kelautan dan Perikanan pada 12 Oktober 2011. Dan kini petani sedang bersiap untuk penilaian itu. (Osy)
Ilustrasi (Foto : Dok)
TEMANGGUNG (KRjogja.com)
- Usai berhasil menyabet juara pertama lomba budidaya ikan hias 2011, kelompok petani mina Papilon dari kecamatan Parakan Temanggung mewakili Jateng untuk lomba yang sama ke tingkat nasional.
Slamet Saryono, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Kamis (29/9) mengatakan beberapa ikan hias yang dibudidayakan adalah ikan koki, cupang, koi dan komet.
Budidaya tidak hanya untuk kelas kontes, ikan yang dikembangkan juga untuk pangsa pasar kelas menengah ke bawah dan anak-anak.
" Harga dari jutaan rupiah hingga ribuan rupiah per ekor. Pemasaran mulai Temanggung, Wonosobo, Magelang, Purwokerto dan kota lain, " katanya.
Dikemukakan beberapa kriteria yang mengantar Mina Papilon juara ditingkat Jateng adalah budidaya kontinyu, penerapan pengetahuan teknis budidaya ikan, dan dampak kegiatan mina tani pada sosial ekonomi seperti peningkatan ekonomi anggota dan warga sekitar.
" Mina politan sudah membina lingkungan yang salah satunya jadi sponsor kegiatan olah raga," katanya.
Kepala Bidang Perikanan M Hadi mengatakan pihaknya secara kontinu melakukan pembinaan baik secara teknis budidaya, ekonomi sosial, permodalan dan promosi atau pemasaran. " Kami dampingi petani, dan kini mulai membuahkan hasil," katanya.
Disampaikan penilaian lomba akan dilakukan oleh tim dari Kementrian Kelautan dan Perikanan pada 12 Oktober 2011. Dan kini petani sedang bersiap untuk penilaian itu. (Osy)
12 Agustus 2011
04 Juli 2011
Sentra Garam yang Nyaris Dilupakan
Tekad pemerintah untuk mewujudkan swasembada garam harus direspons oleh pemerintah daerah dan investor. Dukungan pada masyarakat dan sektor industri garam diharapkan bisa memajukan kawasan sentra garam yang selama ini belum dilirik. Berikut laporan wartawan SP Heri Soba.
Bagi yang pernah melintas pada beberapa jal nr pantai utara Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Mbay (Kabupaten Nagekeo) hingga Maumere (Kabupaten Sikka), setidaknya akan memberikan dua ekspresi ekstrem. Kekaguman pada pesona eksotik pantai dan keluhan akan minimnya infrastruktur jalan. Kawasan utara Flores masih minim akses. Berbeda dengan kawasan selatan yang ramai dan sudah hidup sejak era 1920-an, perkembangan sejumlah permukiman dan kota-kota jasa cukup baik. Kawasan selatan sangat ditopang dengan jalur transportasi peninggalan Belanda. Padahal, jalur pantai utara relatif lebih datar dan sangat potensial untuk dikembangkan. Sisi utara maupun selatan Flores menyimpan banyak potensi kelautan dan perikanan. Sayang, potensi ini belum digarap optimal. Sejauh ini penulis belum membaca penelitian yang terperinci soal potensi sumber daya laut dan keterkaitan aktivitas masyarakat Flores. Untuk itu, dugaan yang paling utama belum ter-garapnya potensi laut adalahminimnya mental bahari dari masyarakat Flores dan NTT pada umumnya.
Namun, itu tidak berarti potensi laut belum dilirik. Sekalipun masih parsial, sejumlah pimpinan daerah di NTT mulai mencanangkan optimalisasi peran masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya laut. Salah satu yang pernah tercatat adalah Gerakan Masuk Laut (Gemala) yang didengungkan pada satu dekade silam. Lagi-lagi, gerakan ini sangat terbatas dan berhenti seiring dengan pergantian sang kepala daerah. Jauh sebelum booming rumput laut era 2006-an yang kemudian belakangan meredup, garam sebenarnya sudah diproduksi selama berpuluh-puluh tahun di kawasan pantai NTT. Indikasi ini bisa dilihat dari sebutan beberapa pemukiman bernama Kampung Garam di pantai utara Flores. Belakangan, produksi garam tradisional yang berlangsung turun-temurun tersebut semakin memudar dan hanya meninggalkan nama-nama kampung tanpa produksi garam. Sentra produksi skala kecil kemudian berubah fungsi dan para tenaga kerja lokal pun sudah semakin sulitdicari. Iomisnya lagi, seakan tak mau kalah dengan kondisi nasional soal impor garam, kawasan-kawasan di NTT yang tadinya memproduksi sendiri akhirnya harus mengimpor garam dari luar NTT.
"Dalam periode tertentu pasokan garam di Maumere dan Ende, serta beberapa kota lain justru didatangkan dari Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya Bima," kata Kornelis Soge yang juga Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) NTT.
Rabu, 29 Desember2010, seakan menjadi tonggak pen-ting bagi NTT dan garam nasional ketika Wakil Presiden Boediono mencanangkan swasembada garam melalui program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR) di Desa Reporendu, Nangapada, Kabupaten Ende, Flores NTT. "Sebagai negara kepulauan, sebenarnya kita punya potensi untuk memproduksi garam tetapi sekarang kita impor garam untuk kebutuhan rumah tangga dan industri," kata Boediono saat itu.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dalam sejurnlah kesempatan mengatakan, untuk mewujudkanswasembada garam konsumsi pada 2012 dan swasembada garam industri pada 2015, pihaknya menyiapkan anggaran sebesar Rp 90 miliar yang akan disalurkan melalui Program PUGAR. Dana tersebut akan didistribusikan ke 40 kabupaten/kota di 10 provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Seiring pencanangan Wapres Boediono, sejumlah desa di pantai utara Flores dan beberapa hamparan di Kabupaten Kupang perlahan bangkitdari tidur panjang. Garam yang tadinya tak dilirik, kini se Jcan menjadi emas putih yang bakal mengubah nasib warga miskin. Harapan itu setidaknya terlihat dari antusiasme masyarakat Dusun Kaburea, Wolowae, Nagekeo, dan warga Paupanda, Kecamatan Wewaria, Ende, yang berharap suntikan modal untuk mulai memproduksi garam.
"Kami sangat berharap agar produksi garam bisa terjual sehingga kami bisa hidup lebih baik dari garam," kata Sapiah. seorang ibu berdarah Madura yang hampir 10 tahun memproduksi garam di Kaburea.
Berharap pada produksi garam masyarakat untuk menopang swasembada tentu tidak mudah. Industri dan produksi dalam skala besar harus didorong untuk meningkatkan jumlah produksi. Rencana membangun industri garam di NTT bukan berita baru. Sudah berkali-kali disiarkan media massa tentang komitmen, niat serta rencana pemerintah memberi kesempatan kepada investor untuk membangun industri garam di wilayah ini.
Kepastian Lahan
Langkah Pemkab Nagekeo mengalokasikan areal potensi lahan garam hingga 1.936 hektare (ha) perlu diacungi jempol. Sekalipun, sejumlah kalangan masih mengeluhkan kepastian lahan tersebut harus diperjelas sehingga belakangan tidak menjadi masalah baru. Dalam kawasan itu, 1.050 ha akan dikelola PT Cheetam Garam Indonesia. Jika investasi ini benar terlaksana maka sentra garam yang selama initerlupakan kembali dilirik. Mudah-mudahan, terobosan yang dilakukan ini akan menjadi pemicu untuk membangun kawasan sepanjang pantai utara Flores dan masyarakat sekitar.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (KKP) Nagekeo Elias Tae sangat berharap agar program pendampingan masyarakat dan dukungan bagi perkembangan industri garam segera terealisir. Paling tidak, ribuan warga pesisir utara Nagekeo dan Ende yang selama ini hidup berdampingan dengan laut semakin merasakan manfaatnya. Produksi garam yang senantiasa masih dilakukan pun belum serius dikelola karena ketidakpastian harga dan pasar. Hal itu menyebabkan produksi garam masih dijadikan sebagai pekerjaan sekunder dan sekadar melengkapi mata pencaharian yang lain. Inilah ironi bisnis garam yang kabarnya sangat menggiurkan, tetapi tidak dirasakan para petani garam di seantero Nusantara ini. yang bertahun-tahun menderita bersama garam itu sendiri. Mudah-mudahan, produsen garam di sembilan sentra utama kabupaten/kota yang dicanangkan pemerintah bisa meninggalkan penderitaan tersebut. Saat ini sentra garam yang ditetapkan peemrintah adalah Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Tuban dan Nagekeo, dan sentra penyangga di sebanyak 31 kabupaten/kota. suara pembaruan 05 july 2011 hal.20
1,6 Juta Ton Garam Masih Diimpor
KUPANG. KOMPAS - Potensi garam di Nusa Tenggara Timur harus segera dikelola. Kebutuhan garam nasional mencapai 2.855.000 ton, tetapi produksi dalam negeri hanya mencapai 1.245.000 ton, sisa 1.610.000 ton harus diimpor dari luar.
Sejumlah daerah potensial garam, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), belum dikembangkan secara maksimal. Usaru garam juga turut mengangkat ekonomi masyarakat setempat seperti di Provinsi NTT.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dalam kunjungan kerjanya di Kupang. NTT, Senin (4/7), mengatakan, pemerintah telah menetapkan harga garam kasar di tingkat petani dari Rp 300 per kg menjadi Rp 700 per kg. Kenaikan ini sebagai salahsatu cara memacu petani garam untuk menekuni usaha garam secara lebih profesional.
Pemerintah sejak tahun 2009 memberi perhatian terhadap potensi garam di NTT. Komitmen pemerintah itu ditindaklanjuti dengan usaha foto satelit potensi garam di Teluk Kupang. Hasil foto memperlihatkan, potensi garam di Teluk Kupang mencapai 6.100 hektar, di Nagekeo (Flores, NTT) seluas Z745 hektar, dan di Ende (Flores) 1.205 hektar. Total lahan potensial yang ditetapkan sebagai titik sentral industri garam NTT seluas 16.150 hektar.
Lahan penyangga tiga sentral industri garam itu tersebar di sembilan kabupaten, antara lain. Rote Ndao. Alor, Lembata. Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Sikka. Total luas areal penyangga ini mencapai 2.750 hektar.
"Dalam pertemuan dengan pemda setempat, ada laporan mengenai upaya pengelolaan garam tersebut, seperti usaha pembebasan lahan, pengeringan tambak, dan pertemuan kelompok petani garam. Semua pihak harus mendorong upaya ini sehingga daerah potensial garam seperti NTT dapat memberi sumbangan berarti bagi kebutuhan garam nasional," kata Mari.
Kebutuhan garam nasional diperuntukan bagi industri Chlor Alkali Plant (CAP), industri aneka pangan, pengeboran minyak, dan kebutuhan rumah tangg
Sekretaris Daerah NTT Frans Salem mengatakan, PT Garam dari Madura sudah datang ke Teluk Kupang meninjau lokasi itu dan melakukan kerja sama dengan Pemkab Kupang. PT Garam serius menginvestasi di, Te-luk Kupang karena potensi garam terkait iklim dan kondisi teluk sangat mendukung. Sedangkan di Nagekeo, Flores, PT Cheetam Salt dari Australia sudah membangun kantor.
"Hanya PT Cheetam Salt butuh lahan seluas 1.050 hektar, sementara lahan tersedia baru 700 hektar," kata Salem. (Kem kompas 05 juli 2011 hal.11
01 Juli 2011
VERIFIKASI P2MKP
Dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat akan kualitas penyelenggaraan pelatihan di P2MKP, maka diperlukan adanya penilaian dan penetapan calon P2MKP menjadi P2MKP melalui mekanisme penetapan P2MKP Agar penetapan P2MKP dapat dilaksanakan secara e
Dalam mewujudkan Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan "Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015", Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan berperan secara aktif melalui kegiatan peningkatan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia kelautan dan perikanan yang ditempuh antara lain melalui pelatihan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat pada umumnya dilakukan secara mandiri oleh pelaku utama di bidang kelautan dan perikanan. Peserta pelatihan berlatih dan tinggal di tempat pelaku utama yang sekaligus bertindak sebagai pelatih, dan usahanya menjadi obyek kegiatan berlatih.
Sejalan dengan kemajuan pembangunan kelautan dan perikanan, pelaku utama tersebut berinisiatif untuk mendirikan lembaga pelatihan dari, oleh dan untuk masyarakat. Seiring dengan hal tersebut, kegiatan pelatihan tidak lagi dikelola oleh pelaku utama secara perorangan melainkan oleh lembaga pelatihan tersebut.
Menyadari meluasnya pembentukan lembaga pelatihan tersebut yang diberi nama berbeda-beda, maka untuk memudahkan koordinasi dan pembinaannya, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan mengelompokkan lembaga pelatihan tersebut kedalam Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP).
Mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014, untuk mencapai target pemenuhan tenaga terlatih di bidang kelautan dan perikanan sebanyak 47.000 orang, yang dicapai melalui penyelenggaraan pelatihan bagi masyarakat, dibutuhkan adanya pelatihan di bidang kelautan dan perikanan yang efisien dan efektif serta berkualitas.
Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelatihan di bidang kelautan dan perikanan bagi masyarakat, diperlukan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pelatihan melalui lembaga pelatihan yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat secara mandiri atau P2MKP dimaksud. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2011 tentang Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan.
Dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat akan kualitas penyelenggaraan pelatihan di P2MKP, maka diperlukan adanya penilaian dan penetapan calon P2MKP menjadi P2MKP melalui mekanisme penetapan P2MKP Agar penetapan P2MKP dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, diperlukan kegiatan pendataan P2MKP. Adapun tahapan P2MKP meliputi kegiatan sebagai berikut :
A. Identifikasi Calon P2MKP
Sejalan dengan kebutuhan peningkatan kompetensi SDM dibidang kelautan dan perikanan, terdapat para pelaku utama dan pelaku usaha berinisiatif mendirikan lembaga pelatihan masyarakat dibidang kelautan dan perikanan, yang selanjutnya lembaga tersebut ditetapkan sebagai P2MKP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2011.
Lembaga pelatihan kelautan dan perikanan dapat ditetapkan menjadi P2MKP dengan ketentuan :
a. memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan yang layak dicontoh, ditiru, dan/atau dipelajari oleh
pelaku utama dan/atau pelaku usaha dan masyarakat lainnya;
b. melayani pelaku utama dan/atau pelaku usaha dan masyarakat lainnya untuk kegiatan berlatih dan
magang;
c. mempunyai peralatan usaha yang sesuai dengan jenis usahanya;
d. menyediakan tempat belajar dan sarana akomodasi bagi peserta, baik di rumah pengelola maupun
di rumah masyarakat sekitar;
e. menyediakan tenaga pelatih/instruktur/fasilitator serta tenaga asistensi lainnya yang dibutuhkan untuk
mendukung penyelenggaraan pelatihan, baik pengelola lembaga pelatihan kelautan dan perikanan
tersebut maupun dari dinas/instansi pemerintah/swasta lainnya;
f. memiliki kepengurusan lembaga pelatihan kelautan dan perikanan yang dilengkapi dengan struktur
organisasi dan rincian tugas serta tanggung jawab masing-masing secara jelas;
g. memiliki sistem administrasi umum yang baik;
h. memiliki materi pelatihan sesuai dengan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang diunggulkan;
i. memiliki rencana kegiatan pelatihan tahunan; dan/atau
j. memiliki papan nama dengan alamat lengkap.
Ketentuan tersebut dilakukan identifikasi dengan melakukan penyebaran Formulir Identifikasi Calon P2MKP serta Surat Pernyataan Calon P2MKP. Apabila berdasarkan hasil identifikasi, lembaga pelatihan tersebut telah memenuhi ketentuan, selanjutnya diregistrasi.
B. Registrasi Calon P2MKP
Data calon P2MKP yang telah diidentifikasi oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dan/atau Badan Pelaksana Penyuluhan dan/atau Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan kemudian diregistrasi dengan mengisi Formulir Registrasi.
C. Usulan Penetapan P2MKP
Usulan penetapan P2MKP dilakukan oleh :
a. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dan/atau Badan Pelaksana Penyuluhan
kepada Kepala Badan melalui Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan;
b. Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan dengan rekomendasi dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota
yang membidangi perikanan dan/atau Badan Pelaksana Penyuluhan kepada Kepala Badan;
c. Kepala UPT lingkup Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan dengan rekomendasi dari Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan atau Badan Pelaksana Penyuluhan kepada Kepala Badan
melalui Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan.
Usulan penetapan P2MKP dilakukan dengan melampirkan Formulir Registrasi dan Formulir Identifikasi yang telah diisi serta Surat Pernyataan Calon P2MKP.
Selanjutnya, Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan menetapkan daftar calon P2MKP dan P2MKP prioritas yang akan dinilai, dengan mempertimbangkan kebijakan pelatihan yang sedang dan akan ditempuh serta pengembangan komoditas unggulan di kawasan minapolitan.
Tahapan selanjutnya dalam kegiatan ini adalah verifikasi lapangan. Verifikasi dapat dilakukan dengan :
a. Melakukan wawancara dengan pengelola calon P2MKP tentang sarana dan prasarana, ketenagaan,
kelembagaan, penyelenggaraan pelatihan, pengembangan usaha dan jejaring kerja.
b. Melakukan observasi untuk mencocokkan hasil wawancara dengan kondisi yang ada.
c. Mengecek bukti fisik dokumen administrasi yang ada antara lain pencatatan kegiatan, pencatatan peserta
latih, struktur organisasi dan uraian tugas, kerjasama yang dilakukan, bahan ajar, dan lain-lain;
d. Melakukan pengisian Formulir Verifikasi berdasarkan wawancara, observasi dan bukti fisik;
e. Memberikan penilaian pada Formulir Penilaian berdasarkan data hasil verifikasi pada Formulir Verifikasi
yang telah diisi;
f. Mendokumentasikan kondisi sarana prasarana, proses usaha dan penyelenggaraan pelatihan;
g. Mencatat informasi tambahan lainnya, seperti pengelolaan pelatihan, permasalahan yang dihadapi,
potensi yang ada, kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah, sedang dan akan dilaksanakan;
h. Petugas verifikasi pusat membawa formulir verifikasi dan formulir penilaian yang telah diisi oleh petugas
verifikasi daerah untuk direkap dan dibahas dalam sidang penilaian.
Adapun calon P2MKP yang diverifikasi oleh petugas dilapangan adalah sebagai berikut :
NO.
CALON P2MKP
DAERAH
1
BENING FOOD
BOGOR
2
CITRA DUMBO
BOGOR
3
BONI FARM
BOGOR
4
UD. HERI MITRA UTAMA
BOGOR
5
MINA ARTHA / MINA JAYA
YOGYAKARTA
6
WINNER PERKASA INDONESIA UNGGUL PEDULI WIRAUSAHA
DEPOK
7
eNHa FARM
DEPOK
8
ASA NUSANTARA
BOGOR
9
TUNAS BINA TANI TERPADU
BOGOR
10
OMEGA OUTLET
BOGOR
11
TELAGA BIRU
BOGOR
12
LUCKY FOOD
BOGOR
13
FAMILY FISH FARM
BOGOR
14
SWADAYA KENCANA
BANDUNG
15
BUHUN RAHAJA
BANDUNG
16
MINA LESTARI
BANDUNG
17
MINA PERKASA
BANDUNG
18
TANI MUKTI
BANDUNG
19
YAYASAN PALLAS
BANDUNG
20
IKHLAS SOSIAL
BANDUNG
21
TANI MUKTI
BANDUNG
22
IKHLAS SOSIAL
BANDUNG
23
MITRA SUKSES
BANDUNG
24
KANCRA MITRA
BANDUNG
25
MEKAR SALUYU
TASIKMALAYA
26
MEKAR MANDIRI
BANDUNG
27
MINA LAKSANA
TASIKMALAYA
28
MINA MUTIARA
BANDUNG
29
MINASA SALUYU
BANDUNG
30
TANI SADULUR
BANDUNG
31
JASA RAMA
BANDUNG
32
SEJAHTERA
BANDUNG
33
HASANUDIN BAHARI
INDRAMAYU
34
MINA CITRA LESTARI
CIREBON
35
KERSA MULYA BAKTI
CIREBON
36
ANTIKA LIGHTINGS
CIREBON
37
FLAMBOYAN
SUKABUMI
38
SRI BINTANG
SUKABUMI
39
PUSDIKLAT PERIKANAN YAYASAN AMAL BAKTI SUDJONO DAN TARUNO
SOLO
40
KARYA MINA UTAMA
SOLO
41
USAHA KARMINA
BOYOLALI
42
MINA UTAMA
BOYOLALI
43
LP3UP MINA MAS
BANYUMAS
44
MINA MITRA ADITAMA
CILACAP
45
MINA MANDIRI
CILACAP
46
KELOMPOK USAHA MAMI
KLATEN
47
JOKO SUSENO
KLATEN
48
ABDUL MUIN DJARI
KLATEN
49
MINA AGUNG
YOGYAKARTA
50
UD MAWAS
SURABAYA
51
CV. SRIKANDI MINA
SURABAYA
52
GRIYA KARYA TIARA KUSUMA
SURABAYA
53
VISINDO YAKIN PRIMA
PACITAN
54
TELUK BANTEN
BANTEN
55
MINAKARYA PERMATA
BANTEN
56
TAMAN ERPAK
BANTEN
57
MUKTI TANI II
BANTEN
58
MAMAD SOLI
BANTEN
59
MINA ASIH
KARAWANG
60
PATIN SENGON JAYA
SUBANG
61
UNIT PEMBENIHAN RAKYAT CITOMI
SUBANG
Kegiatan setelah verifikasi P2MKP akan dilanjutkan dengan sidang pleno untuk menetapkan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan.
Demikian serangkaian kegiatan pelaksanaan penilaian dan penetapan Calon Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) sebagai upaya untuk mendapatkan standar penyelenggaraan pelatihan di P2MKP. Sedangkan, pembinaan P2MKP dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan P2MKP menjadi lembaga pelatihan yang lebih berkualitas
KKP AJAK DAERAH CIPTAKAN KEMANDIRIAN PANGAN
01/07/2011 - Kategori : Siaran Pers
No. B.78/PDSI/HM.310/VI-/2011
Siaran Pers
KKP AJAK DAERAH CIPTAKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Negara yang kuat ditandai dengan kemandirian, ketahanan serta kedaulatan terhadap sumber pangan guna memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kegiatan pengiriman ikan antar propinsi ini harus dilihat sebagai bentuk sikap dan komitmen kuat pemerintah dan swasta dalam menciptakan kemandirian pangan, termasuk kesatuan antar propinsi dalam penyediaan protein hewani. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat menerima suplai 1 ton ikan dari Sulawesi Selatan untuk DKI Jakarta sebagai upaya memenuhi kebutuhan protein hewani ibu kota, hari ini (1/7) di Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta, Jakarta.
Lebih lanjut Fadel menyebut bahwa krisis pangan ditandai dengan kelangkaan stok, naiknya harga pangan serta hambatan perdagangan antar negara harus menjadi pemacu Indonesia dalam menciptakan kemandirian pangan di era globalisasi. Pengiriman bahan pangan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan langsung diterima pengusaha setempat untuk langsung didistribusikan ke pasar DKI Jakarta. "Kegiatan ini merupakan awalan dan harus diapresiasi serta terus ditingkatkan sehingga volume impor bahan pangan dapat ditekan dan lebih mendorong meningkatnya pengiriman bahan pangan antar propinsi, terutama ikan sehingga tercipta kemandirian pangan di Indonesia", tegasnya.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Viktor Nikijuluw menyebut bahwa kegiatan ini akan dijadikan model untuk menciptakan kemerataan sebaran produk hasil perikanan di wilayah Indonesia. Propinsi Sulawesi Selatan merupakan pintu gerbang Kawasan Indonesia Timur, sedangkan DKI Jakarta merupakan pasar potensial perikanan Nasional. Asisten Deputi I DKI Jakarta, Sylvana Murni menyebut bahwa kebutuhan ikan DKI Jakarta sebesar 249 ribu ton per tahun, dimana 121 ribu ton baru dapat dipenuhi dan sekitar 70 ribu ton per tahun dipenuhi dari impor. Supplay ikan dari luar wilayah ini merupakan peluang untuk mengurangi impor ikan, tuturnya. Guna memenuhi kebutuhan DKI Jakarta, Gubernur Sulawesi Selatan, Syahril Yasin Limpo menyatakan siap memasok kebutuhan ikan DKI Jakarta.
Dalam kaitan itu, penguatan dan pengembangan produksi, konsumsi, serta pengelolaan sistem distribusi ikan yang dilakukan secara efektif dan efisien menjadi faktor kunci tewujudnya kemandirian pangan. Sebagai contoh adalah industri pengolahan ikan, utilitas rata-rata masih di angka 60-70% sehingga harus dipacu kembali agar utilitasnya meningkat melalui kerjasama antar propinsi dalam pertukaran komoditas pangan. Tingkat konsumsi ikan yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadi salah satu indikator bahwa kebutuhan masyarakat terhadap kesediaan ikan terus mengalami peningkatan. Dengan kata lain dibutuhkan pasokan yang kuat dan kontinyu kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Meningkatkan konsumsi ikan nasional berperan penting dalam penyediaan sumber protein hewani. Secara tidak langsung program ini juga dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan sehingga dapat menghindari ketergantungan pada pihak asing. Ketersediaan omega 3, 6, dan 9 pada ikan memberikan beberapa manfaat seperti: tumbuh kembang bayi lebih cepat, anak balita lebih aktif dan cerdas, serta terhindar dari beberapa penyakit. Ikan juga membutuhkan hanya sedikit energi untuk memasaknya, berbeda dengan daging yang membutuhkan lebih banyak energi. Segmen ikan juga beragam, artinya ikan dapat memenuhi berbagai kelompok masyarakat.
Pada tahun 2009, sekitar 80 ribu ton daging sapi atau senilai US$ 480 juta diimpor ke Indonesia. Apabila dibandingkan dengan produk perikanan, Indonesia masih tergolong sebagai negara eksportir ikan. Secara nasional konsumsi bahan pangan hewani berbahan perikanan lebih dari 50 persen dibandingkan komoditas lainnya (daging mamalia, daging unggas, telur, dan susu).
Jakarta, 1 Juli 2011
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc.
Narasumber:
1. Dr. Viktor Nikijuluw, M.Sc
Dirjen P2HP (HP.0811849273)
2. Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP. 0811836967)
--
Komunikasi Publik
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3524856
JUARA I LOMBA STAND AGROMINA DIRAIH KKP
25/06/2011 - Kategori : Siaran Pers
No. B.75 /PDSI/HM.310/VI/2011
Siaran Pers
JUARA I LOMBA STAND AGROMINA DIRAIH KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan meraih gelar Juara I dalam lomba Gelar Agromina pada perlehatan akbar pada Pekan Nasional XIII Petani-Nelayan Andalan Tahun 2011 di Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Peserta lomba stand pameran pada Pekan Nasional XIII Petani-Nelayan Andalan diikuti oleh Pemerintah Propinsi se-Indonesia, Kabupaten/Kota se-Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan swasta Nasional, Koperasi, UKM dan Umum (Kelompok Tani, Nelayan, Peternak, Pekebun dan Masyarakat lainnya).
Penyerahan hadiah pemenang lomba stand Agromina dilakukan langsung oleh Menteri Pertanian dan disaksikan oleh Menteri kelautan dan Perikanan, Gubernur Propinsi Kalimantan Timur, Wakil Komisi IV DPR RI, Bupati Kutai Kertanegara, dan ribuan masyarakat Petani-Nelayan yang memadati Gedung Bela Diri Stadion Aji Imbut Tenggarong Seberang (22/6).
Penilaian lomba stand pameran Agromina ditujukan untuk meningkatkan daya inovasi dan kreativitas peserta pameran pembangunan dalam menyampaikan pesan informasi melalui peragaan dalam bentuk visualisasi serta peragaan produk dan jasa. Unsur-unsur penilaian lomba stand Agromina meliputi pelayanan informasi, estetika dan keserasian dalam penyajian komoditas, dekorasi, kerapian dan kebersihan.
Pemenang juara I dalam lomba stand Gelar Agromina Pekan Nasional XIII Petani-Nelayan Andalan Tahun 2011 selain memperoleh trophy juga tanda penghargaan yang diterima langsung oleh wakil Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dengan diraihnya juara I lomba stand Gelar Agromina ini oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Pekan Nasional XIII Petani-Nelayan Andalan Tahun 2011 ini, diharapkan akan memacu pembangunan sektor kelautan dan perikanan serta pengembangan inovasi baru di bidang tersebut dapat disebarluaskan secara efektif kepada masyarakat secara nasional, bahkan internasional, untuk mendukung pengembangan sektor kelautan dan Perikanan di Indonesia.
Jakarta, 24 Juni 2011
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi
Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc
Narasumber:
Kapusdatin
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi (HP. 0811836967)
24 Juni 2011
KKP MEMPERMUDAH MASYARAKAT PEROLEH INFORMASI
No. B.73/PDSI/HM.310/VI/2011
KKP MEMPERMUDAH MASYARAKAT PEROLEH INFORMASI
Globalisasi serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang ada saat ini secara langsung menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi, juga telah melahirkan derasnya arus informasi yang menerpa masyarakat. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Gellwynn Jusuf usai menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) menyatakan, dengan kerjasama ini maka dipastikan masyarakat dengan mudah dapat berpartisipasi, memberi saran, dan melontarkan kritik terhadap setiap kebijakan dan program yang dikeluarkan KKP terutama menyangkut visi menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015.
Menurut Gellwynn, Kesepakatan Bersama bertujuan sebagai percepatan pembangunan kelautan dan perikanan melalui peliputan dan penyebarluasan informasi kegiatan kenegaraan dan kemasyarakatan baik di tingkat nasional, daerah, maupun internasional serta pengembangan SDM kelautan dan perikanan. Sedangkan ruang lingkupnya meliputi pendidikan dan pelatihan jurnalistik dan multimedia; pendampingan penyediaan bahan informasi; dan penyediaan data dan informasi.
Melalui peran LKBN Antara, sebagai kantor berita resmi Indonesia, diharapkan informasi-informasi sektor kelautan dan perikanan Indonesia, termasuk pengembangan SDM, dapat tersebarluaskan kepada masyarakat secara nasional, bahkan internasional, antara lain melalui website dan aktivitas lainnya. Tidak hanya itu, informasi-informasi juga perlu disampaikan melalui TVRI sebagai televisi nasional yang dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia, termasuk kawasan pesisir, yang menjadi salah satu target KKP. Sebagaimana kita ketahui bersama, televisi merupakan salah satu media yang efektif dalam penyampaian informasi karena menggunakan audio dan visual sehingga pesan yang diterima dapat lebih mudah dipahami.
Dengan adanya penandatanganan Kesepakatan Bersama antara KKP dengan LKBN Antara dan TVRI ini, diharapkan informasi-informasi penting di sektor kelautan dan perikanan serta pengembangan SDM di bidang tersebut dapat tersebarluaskan secara efektif kepada masyarakat secara nasional, bahkan internasional, baik melalui media elektronik tayangan televisi, media online, serta sarana lainnya, untuk mendukung pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.
Jakarta, 21 Juni 2011
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc.
Narasumber:
Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP. 0811836967)
KKP ANGGARKAN BEASISWA UNTUK NELAYAN MISKIN
24/06/2011 - Kategori : Siaran Pers
No. B.74/PDSI/HM.310/VI/2011
Siaran Pers
KKP ANGGARKAN BEASISWA UNTUK NELAYAN MISKIN
“Saya menginginkan masyarakat nelayan naik pendapatannya dan lebih sejahtera. Saya juga ingin anak-anak mereka sekolah dengan baik,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada Pekan Nasional (PENAS) yang diselenggarakan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, kemarin (22/6). Salah satu caranya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengajukan anggaran bersama Kementerian Pendidikan Nasional kepada DPR untuk beasiswa bagi nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan.
Menurut Fadel, menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015 bukanlah perkara sulit, jika sumber daya manusia Indonesia handal. Pemberian beasiswa merupakan salah satu upaya KKP meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan nelayan. Selama ini KKP juga telah memberikan kartu nelayan, asuransi nelayan, serta sertifikat tanah bagi nelayan.
Pada acara PENAS tersebut, Fadel dan ribuan anggota KTNA yang hadir sempat melakukan video conference dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berada di Jakarta. Presiden memerintahkan para menteri dan kepala daerah untuk memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Jakarta, 23 Juni 2011
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc.
Narasumber:
Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP. 0811836967)
17 Juni 2011
INDONESIA JADI PUSAT PENGEMBANGAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM REGIONAL
17/06/2011 - Kategori : Siaran Pers
No. B.70/PDSI/HM.310/VI/2011
Text Box: Siaran Pers
INDONESIA JADI PUSAT PENGEMBANGAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM REGIONAL
Indonesia didaulat untuk menjadi Pusat Pengembangan Perikanan Perairan Umum Daratan Regional (Regional Center for Inland Fisheries Development). Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad usai mengikuti Pertemuan Tingkat Menteri yang dibuka oleh Wakil Perdana Menteri Thailand, Trairong Suwankhiri di Bangkok, Thailand hari ini (17/6). “Hal ini merupakan kehormatan bagi Indonesia dipercaya oleh negara-negara anggota SEAFDEC (South East Asian Fisheries Development Center) untuk menjadi tempat kegiatan sub komisi organisasi yang diprakarsai Jepang tersebut. Menurut Fadel, sebagai salah satu negara penghasil produk kelautan dan perikanan yang diakui dunia, peran Indonesia dalam pengembangan dan pembangunan sektor perikanan sangat dihargai oleh negara lain. Kehormatan bagi Indonesia lainnya adalah, dalam pertemuan tingkat menteri ini Indonesia dipercaya untuk menjadi wakil ketua mendampingi Thailand yang merupakan tuan rumah sekaligus ketua pertemuan tersebut.
Fadel menyatakan, hal penting lainnya yang disepakati oleh para Menteri Pertanian dan Perikanan ASEAN bersama Jepang dalam SEAFDEC kali ini adalah, Indonesia pada akhir tahun 2011 ditunjuk untuk menjadi tempat penyelengaraan pertemuan tingkat menteri guna membahas berbagai penyelesaian yang akan dilakukan dalam mengatasi terjadinya Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang acap kali terjadi di Indonesia. Hal terakhir yang menjadi pembahasan dalam pertemuan Bangkok kali ini adalah mengenai kerjasama ekonomi antara negara anggota ASEAN serta kerjasama dibidang ketahanan pangan khususnya ikan hingga tahun 2020. Seluruh anggota SEAFDEC juga sepakat agar isu ancaman terhadap ketahanan pangan menjadi perhatian seluruh Negara anggota dengan Indonesia sebagai coordinator.
Disela-sela Pertemuan tingkat Menteri SEAFDEC, Fadel bersama Menteri Pertanian dan Asas Tani Malaysia, Dato Seri Noh Umar juga berkesempatan mengadakan pertemuan bilateral untuk membahas mengenai penahanan nelayan kedua negara. Dalam pertemuan bilateral tersebut disepakati, bahwa penyelesaian kasus-kasus penahanan tersebut akan dilakukan secara kekeluargaan demi kebaikan dan kemaslahatan nelayan Indonesia dan Malaysia. Usai pertemuan bilateral baik Fadel maupun Omar sama-sama bersykur bahwa semua masalah penahanan nelayan yang ada selama ini telah dapat ditemukan solusinya. Baik Fadel maupun Omar hari ini juga menyepakati untuk mengutamakan kesejahteraan serta keamanan nelayan saat melaut.
Jakarta, 17 Juni 2011
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi
Dr. Yulistyo Mudho, M. Sc
Narasumber
1. Syahrin Abdurrahman, SE
Dirjen PSDKP (HP.081311111123)
2.Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP. 0811836967)
--
Komunikasi Publik
Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3524856
15 Juni 2011
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) P2HP
Sejalan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan Perikanan yang telah ada sejak 2009, secara konsisten Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menelurkan program serupa yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP).
Program ini digadang menjadi motor pemberdaya dan peningkat pendapatan masyarakat. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) ikut menyelenggarakan program tersebut.
Program PUMP P2HP ini diharapkan bisa membantu wirausaha kecil bidang pengolahan dan pemasaran perikanan untuk meningkatkan skala usahanya sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka serta membuka lapangan kerja baru.
Tahun 2011 ini ditargetkan akan dikucurkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUMP kepada 408 Poklahsar Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) yang tersebar di 51 kabupaten dan 22 provinsi seluruh Indonesia. Masing-masing kelompok akan memperoleh bantuan sebesar Rp. 50 juta, sehingga total keseluruhan berjumlah 20,4 Miliar. Dana yang diberikan akan langsung dibelikan barang-barang sesuai yang tertera di Rencana Usaha Bersama (RUB) yang disusun bersama tenaga pendamping. Adapun bidang usaha yang akan diberikan bantuan adalah usaha yang memberikan nilai tambah dan prospek yang baik bagi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, yaitu: pengolahan abon ikan, kerupuk ikan, bakso ikan, nugget ikan, kaki naga, sosis ikan, pengolahan rumput laut dan usaha pemasaran.
Tentang penerima paket bantuan tersebut, ada beberapa persyaratan dan seleksi dalam penentuannya yang akan dilakukan ditingkat kabupaten dengan dibantu tenaga teknis dan pendamping.
Adapun persyaratan khusus calon penerima PUMP P2HP 2011 adalah sebagai berikut:
* Memiliki profil usaha
* Memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola usaha mina
* Mempunyai kepengurusan yang aktif dan dikelola oleh pengolah dan pemasaran
* Tercatat sebagai kelompok binaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/ Kota
* Telah beroperasi minimal 1 tahun
* Memiliki kontinuitas pemasaran
* Satu POKLAHSAR hanya diperbolehkan mengusulkan satu jenis menu usaha PUMP-P2HP yang diprioritaskan untuk dipilih kelompoknya
* Satu POKLAHSAR hanya berhak memperoleh satu paket menu BLM PUMPP2HP
Menyoal tenaga pendamping, akan ada dua orang yang akan membantu mengawal Poklahsar pada kegiatan PUMP selama satu tahun. Tenaga pendamping ini diharapkan mampu membimbing dari mulai proses verifikasi berkas hingga berbagai aspek seperti manajemen, akses teknologi dan informasi, penetrasi pasar, bahkan sampai akses pinjaman modal ke perbankan. Sebagai salah satu upaya menyukseskan implementasi program PUMP-P2HP ini telah dilaksanakan 2 (dua) kegiatan yaitu:
1. Sosialiasi dan Asistensi Pelembagaan PUMP- P2HP yang dilaksanakan di Mataram NTB tanggal 16-18 Februari 2011. Peserta sosialisasi yang hadir terdiri dari perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi se Indonesia, 51 orang Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan yang memperoleh alokasi BLM PUMP - P2HP.
2. Apresiasi dan Asistensi Pembekalan Tenaga Pendamping PUMP- P2HP yang dilaksanakan di Bali tanggal 30 Maret s/d 1 April 2011. Acara ini diikuti oleh 51 (lima puluh satu) orang peserta Tenaga Pendamping PUMP-P2HP.
Program ini digadang menjadi motor pemberdaya dan peningkat pendapatan masyarakat. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) ikut menyelenggarakan program tersebut.
Program PUMP P2HP ini diharapkan bisa membantu wirausaha kecil bidang pengolahan dan pemasaran perikanan untuk meningkatkan skala usahanya sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka serta membuka lapangan kerja baru.
Tahun 2011 ini ditargetkan akan dikucurkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUMP kepada 408 Poklahsar Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) yang tersebar di 51 kabupaten dan 22 provinsi seluruh Indonesia. Masing-masing kelompok akan memperoleh bantuan sebesar Rp. 50 juta, sehingga total keseluruhan berjumlah 20,4 Miliar. Dana yang diberikan akan langsung dibelikan barang-barang sesuai yang tertera di Rencana Usaha Bersama (RUB) yang disusun bersama tenaga pendamping. Adapun bidang usaha yang akan diberikan bantuan adalah usaha yang memberikan nilai tambah dan prospek yang baik bagi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, yaitu: pengolahan abon ikan, kerupuk ikan, bakso ikan, nugget ikan, kaki naga, sosis ikan, pengolahan rumput laut dan usaha pemasaran.
Tentang penerima paket bantuan tersebut, ada beberapa persyaratan dan seleksi dalam penentuannya yang akan dilakukan ditingkat kabupaten dengan dibantu tenaga teknis dan pendamping.
Adapun persyaratan khusus calon penerima PUMP P2HP 2011 adalah sebagai berikut:
* Memiliki profil usaha
* Memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola usaha mina
* Mempunyai kepengurusan yang aktif dan dikelola oleh pengolah dan pemasaran
* Tercatat sebagai kelompok binaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/ Kota
* Telah beroperasi minimal 1 tahun
* Memiliki kontinuitas pemasaran
* Satu POKLAHSAR hanya diperbolehkan mengusulkan satu jenis menu usaha PUMP-P2HP yang diprioritaskan untuk dipilih kelompoknya
* Satu POKLAHSAR hanya berhak memperoleh satu paket menu BLM PUMPP2HP
Menyoal tenaga pendamping, akan ada dua orang yang akan membantu mengawal Poklahsar pada kegiatan PUMP selama satu tahun. Tenaga pendamping ini diharapkan mampu membimbing dari mulai proses verifikasi berkas hingga berbagai aspek seperti manajemen, akses teknologi dan informasi, penetrasi pasar, bahkan sampai akses pinjaman modal ke perbankan. Sebagai salah satu upaya menyukseskan implementasi program PUMP-P2HP ini telah dilaksanakan 2 (dua) kegiatan yaitu:
1. Sosialiasi dan Asistensi Pelembagaan PUMP- P2HP yang dilaksanakan di Mataram NTB tanggal 16-18 Februari 2011. Peserta sosialisasi yang hadir terdiri dari perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi se Indonesia, 51 orang Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan yang memperoleh alokasi BLM PUMP - P2HP.
2. Apresiasi dan Asistensi Pembekalan Tenaga Pendamping PUMP- P2HP yang dilaksanakan di Bali tanggal 30 Maret s/d 1 April 2011. Acara ini diikuti oleh 51 (lima puluh satu) orang peserta Tenaga Pendamping PUMP-P2HP.
KKP Gelar Apel Siaga Nasional Penyuluh Perikanan Tenaga Pendamping PUMP, PUGAR dan Kawasan Minapolitan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP), menggelar Apel Siaga bagi penyuluh perikanan pendamping program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan kawasan Minapolitan. Acara ini dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Kamis (21/4), di Ballroom Kantor Pusat KKP, Jakarta Pusat. Hal ini merupakan bentuk dukungan BPSDM KP terhadap tercapainya visi dan misi KKP, program pengembangan SDM kelautan dan perikanan pada tahun 2011-2014 diprioritaskan untuk mendukung percepatan program unggulan kelautan dan perikanan pro rakyat, yaitu PUMP, PUGAR, dan minapolitan, serta pencapaian indikator kinerja KKP berupa peningkatan produktivitas sektor kelautan dan perikanan.
Dalam sambutannya, Fadel mengemukakan, pada 2011 telah diluncurkan program PUMP untuk budidaya perikanan di 300 Kabupaten/Kota; penangkapan ikan di 121 Kabupaten/Kota; dan pengolahan ikan di 53 Kabupaten/Kota; serta PUGAR di 40 Kabupaten/kota pada 10 provinsi. Keberhasilan program-program ini bertumpu pada upaya pemberdayaan masyarakat, yang harus tertata, sinerjik dan sinkron dari tingkat pusat sampai daerah. Untuk mensukseskan program PUMP dan PUGAR, BPSDM KP berkoordinasi dengan unit-unit Eselon I lain lingkup KKP, antara lain dalam bidang perikanan budidaya, BPSDM KP menyiapkan 342 Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK), untuk perikanan tangkap 18 PPTK, untuk pengolahan dan pemasaran hasil perikanan 40 PPTK. Adapun untuk program PUGAR, Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyiapkan 40 tenaga pendamping.
Dukungan unit Eselon I lingkup KKP terhadap kegiatan ini sangat diperlukan mengingat bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan merupakan salah satu kegiatan utama BPSDM KP yang menjadi bagian penting untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan di bidang kelautan dan perikanan bagi pengembangan usaha. Penyuluhan juga merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kawasan minapolitan sebagai strategi dalam mendukung arah kebijakan KKP bagi kebijakan nasional lima tahun ke depan yaitu pro poor, pro job, pro growth dan pro sustainability. Perlu diketahui, saat ini, tercatat 6,5 juta orang pelaku utama pembangunan kelautan dan perikanan. Lebih dari 90 persen di antaranya bergerak pada usaha skala mikro, dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan SDM yang relatif rendah dalam memanfaatkan sumberdaya laut dan perikanan secara optimal. Untuk itu, peranan BPSDM KP, melalui peran para penyuluh perikanan dan tenaga pendamping yang bertindak selaku dinamisator, fasilitator dan motivator bagi pelaku utama/pelaku usaha sebagaimana diatur dalam UU Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, menjadi sangat sentral dan strategis.
Secara de jure keberadaan Penyuluh Perikanan telah eksis sejak diterbitkannya Permen PAN No. PER/19/M.PAN/10/2008 tanggal 20 Oktober 2008 dan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional yang menetapkan berakhirnya masa inpassing pada tanggal 31 Mei 2011. Saat ini tercatat sebanyak 2010 orang Penyuluh PNS dan masih terus berproses. Di samping itu, terdapat pula tenaga PPTK sebanyak 634 orang. Dengan demikian terdapat 2.644 orang penyuluh. Rencana Pengembangan Ketenagaan Penyuluh Perikanan sampai dengan Tahun 2014 dibutuhkan minimal sebanyak 15.350 orang untuk menggerakkan sektor kelautan dan perikanan. Untuk tahun 2012 diajukan tambahan rencana formasi sebanyak 1.500 penyuluh perikanan. Dengan demikian keberadaan penyuluh perikanan dan tenaga pendamping dipandang amat esensial akan mampu mendorong aktivitas pelaku utama dan pelaku usaha dalam akselerasi pertumbuhan produksi dan produktivitas usaha kelautan dan perikanan nasional.
Menurut Kepala BPSDM KP, para penyuluh ini memiliki misi khusus dalam upaya mensukseskan program PUMP sebagai pendampingan pelaksanaan program tersebut. Pendampingan itu meliputi penentuan calon penerima program PUMP dan lokasi atau kawasan penerima PUMP. Dengan pendampingan diharapkan tata cara dan prosedur yang baik dan benar dapat dilaksanakan dalam program PUMP. “Selain penentuan calon penerima dan lokasi, penerima PUMP juga harus dibimbing dalam pencairan uang dari perbankan. Pendampingan juga tentang pengelolaan keuangan yang benar, pemilihan jenis komoditas sesuai dengan lokasi di satu kawasan, sampai pada pengelolaan usaha dan pemasarannya,” kata Sjarief.
Selain perlunya pengawalan atas keberadaan kegiatan PUMP, PUGAR, dan pengembangan kawasan minapolitan, Fadel juga menekankan pentingnya membangun kolaborasi antara peneliti baik dari Perguruan Tinggi, Badan/Lembaga Riset maupun Insitusi Riset di lingkup KKP, KTNA, penyuluh perikanan, dan pelaku utama/pelaku usaha sebagai upaya menerapkan inovasi teknologi yang terekomendasi, termasuk kemudahan aksesibilitasnya. Dalam menjalankan tugasnya, kelengkapan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan juga merupakan prasyarat dan harus dapat dipenuhi oleh pemerintah pusat dan daerah. Peranan penting lain yang dilakukan penyuluh adalah melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan penyuluhan yang efektif. Semua penyuluh perikanan PNS, tenaga pendamping, penyuluh perikanan swadaya, Kelompok Pelaku Utama, Peneliti, serta aparat dinas kelautan dan perikanan, dihimbau Fadel agar dapat menyatukan langkah guna mewujudkan visi dan misi KKP.
Fadel berharap keberadaan apel siaga ini dapat menyatukan hati dan pikiran untuk menyelaraskan gerak langkah dalam mensukseskan program-program pemerintah dan melaksanakan amanah masyarakat. “Saya mengharapkan dukungan dan komitmen para penyuluh perikanan dan tenaga pendamping untuk mengawal dan mensukseskan program PUMP, PUGAR, dan kawasan Minapolitan,” ujarnya.
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya TA.2011
Sejalan dengan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menghendaki Indonesia menjadi produsen produk perikanan terbesar pada tahun 2015, maka Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencanangkan program peningkatan produksi dari 4,7 Juta Ton pada tahun 2009 menjadi 16,8 Juta Ton pada tahun 2014 atau meningkat 353 % selama lima tahun dan sesuai dengan misi Kelautan dan Perikanan yang ingin mensejahterakan masyarakatnya khususnya pembudidaya ikan, maka pada tahun 2011 dicanangkan kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya.
Kegiatan ini dilaksanakan karena dilatarbelakangi bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat pembudidaya ikan masih tergolong miskin, dan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan kesepakatan global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Mulai tahun 2009 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan program Pengembangan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan dibawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat.
Upaya pengentasan kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan tersebut, selanjutnya direncanakan dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya Tahun 2011 dalam rangka pengentasan kemiskinan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan skala mikro.
PNPM Mandiri KP merupakan upaya kegiatan pemberdayaan diantaranya melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha bagi pembudidaya ikan dalam wadah Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan). Pokdakan merupakan kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan pelaksana PUMP-PB untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUMP-PB, Pokdakan didampingi oleh Tenaga Pendamping (Penyuluh atau PPTK) dan dilakukan peningkatan ketrampilan pendukung. Melalui pelaksanaan PUMP-PB diharapkan Pokdakan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola pembudidaya ikan.
Untuk mencapai tujuan PUMP-PB, yaitu medorong peningkatan produksi, menumbuhkan wirausaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya di pedesaan, PUMP-PB perlu dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan KKP maupun Kementerian/Lembaga lain di bawah payung program PNPM Mandiri. Disamping itu, program PUMP-PB diupayakan juga dapat mendukung kegiatan pembangunan kawasan minapolitan khususnya minapolitan perikanan budidaya.
Dengan demikian kegiatan PUMP-PB diharapkan akan memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian target produksi perikanan budidaya serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan pada tahun 2011 dan tahun-tahun berikutnya.
Kegiatan ini dilaksanakan karena dilatarbelakangi bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat pembudidaya ikan masih tergolong miskin, dan salah satu upaya penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan kesepakatan global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Mulai tahun 2009 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan program Pengembangan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan dibawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat.
Upaya pengentasan kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan tersebut, selanjutnya direncanakan dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya Tahun 2011 dalam rangka pengentasan kemiskinan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan skala mikro.
PNPM Mandiri KP merupakan upaya kegiatan pemberdayaan diantaranya melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha bagi pembudidaya ikan dalam wadah Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan). Pokdakan merupakan kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan pelaksana PUMP-PB untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUMP-PB, Pokdakan didampingi oleh Tenaga Pendamping (Penyuluh atau PPTK) dan dilakukan peningkatan ketrampilan pendukung. Melalui pelaksanaan PUMP-PB diharapkan Pokdakan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola pembudidaya ikan.
Untuk mencapai tujuan PUMP-PB, yaitu medorong peningkatan produksi, menumbuhkan wirausaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya di pedesaan, PUMP-PB perlu dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan KKP maupun Kementerian/Lembaga lain di bawah payung program PNPM Mandiri. Disamping itu, program PUMP-PB diupayakan juga dapat mendukung kegiatan pembangunan kawasan minapolitan khususnya minapolitan perikanan budidaya.
Dengan demikian kegiatan PUMP-PB diharapkan akan memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian target produksi perikanan budidaya serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan pada tahun 2011 dan tahun-tahun berikutnya.
SUKSESKAN PUMP-PB MELALUI PERCEPATAN DAN KECERMATAN DALAM PELAKSANAANNYA PDF
Memasuki pertengahan tahun anggaran 2011, berbagai kegiatan terus digenjot pelaksanaanya, tidak terkecuali pelaksanaan PUMP-PB (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan perikanan Budidaya). Koordinasi kegiatan PUMP-PB ini dibungkus dalam kegiatan Temu Koordinasi Pembinaan Kewirausahaan Perikanan Budidaya yang dalam kesempatan ini mengangkat tema Sukseskan Kegiatan PUMP-PB Melalui Percepatan dan Kecermatan Dalam Pelaksanaannya. Tema ini diusung mengingat banyaknya perubahan
dalam petunjuk pelaksanaan PUMP-PB. Dengan pertemuan ini diharapkan dapat menyamakan presepsi masing-masing pelaksana dalam menjalankan program PUMP-PB. Program ini semula mengacu pada ketentuan bahwa pencairan dana dilakukan secara bertahap yaitu 40%, 30% dan 30%, maka pelaksanaan saat ini mengacu pada Surat Edaran dari Ditjen Perbendaharaan No. S-4219/PB/2011 tertanggal 27 April 2011 dimana pencairan dana dapat dilakukan dengan satu kali tahapan penuh tanpa ada pemotongan.
Temu koordinasi diselenggarakan di Hotel Horison Semarang secara maraton pada tanggal 23 hingga 25 Mei 2011. Dalam arahan malam itu, Dirjen Perikanan Budidaya, Dr. Ketut Sugama, menekankan pentingnya pembentukan wirausaha-wirausaha baru. “Masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai wirausaha sedikit sekali yaitu kurang dari 0,24% dan seharusnya yang ideal adalah 2% dari jumlah penduduk baru bisa menggerakkan roda perekonomian agar negara tersebut menjadi maju”, katanya lebih lanjut. Oleh karenanya PUMP-PB ini didesign untuk mencetak wirausaha-wirausaha perikanan budidaya yang tangguh dan handal. Ditambahkannya bahwa kegiatan PUMP-PB bersifat sosial yang benar-benar menyentuh ke masyarakat.
Pemberian dana PUMP-PB yang langsung melalui transfer ke rekening kelompok dengan tujuan agar bantuan tersebut dapat diterima secara utuh untuk digunakan sebagai modal usaha budidaya ikan. Bantuan tersebut dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dengan sistem manajemen usaha bersama yang bertujuan untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) para pembudidaya ikan yang bergabung pada kelompok tersebut dan memudahkan pembinaannya.
Kesempatan tersebut juga digunakan oleh Dr. Tri Hariyanto, Direktur Usaha Budidaya, untuk menyampaikan kemajuan kegiatan PUMP-PB. Hingga akhir mei ini beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan adalah (i) sosialisasi PUMP-B ke daerah-daerah; (ii) Pembentukan Tim Teknis/ Tim Pembina yang berada di tingkat Kabupaten / Kota dan Propinsi; (iii) identifikasi seleksi calon lokasi dan calon penerima dana, yang sebagian besar telah dilaksanakan oleh Tim Teknis di Dinas Kabupaten/Kota; dan (iv) Penyusunan dan verifikasi dokumen administrasi dana PUMP-PB, yang telah dilakukan oleh sebagian daerah. Disampaikan pula bahwa proses pencaian bantuan PUMP-PB dapat dicairkan pada bulan Juni nanti.
PUMP-PB ini mendapatkan sorotan serta dukungan dari DPR RI, “Bila pelaksanaan PUMP-PB tahun 2011 dapat berjalan dengan baik maka dana PUMP-PB tahun 2012 akan kita tambah” ujar Firman Subagyo, M.Si., Wakil Ketua Komisi IV DPR RI. Lebih lanjut Firman menambahkan bahwa peningkatan produksi perikanan sangatlah penting mengingat kebutuhan protein masyarakat yang belum terpenuhi, dimana ikan merupakan sumber protein yang murah. Keprihatinan akan nasib bangsa ini juga diungkapkannya saat melihat bahwa mutu gizi masyarakat Indonesia berada pada 110 di tingkat dunia, dimana masa depan bangsa ini tergantung dari kecerdasan generasi muda yang salah satunya didapat dari sumber protein. Ia juga menyampaikan bahwa ikan merupakan sumber protein yang murah, namun masyarakat lebih bangga mengkonsumsi tahu / tempe, tetapi mereka lupa bahwa bahan baku tahu / tempe yaitu kedelai hampir sebagian besarnya adalah import.
Program PUMP-PB yang dirancang pemerintah ini dirasa tepat oleh Firman, mengingat 63,4 % masyarakat hidup di pedesaan dimana mayoritas pekerjaan mereka adalah dalam sektor pertanian, dimana perikanan termasuk didalamnya. Pemberian dana bantuan hibah ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat yang sebagian besar (80%) skala usaha mikro dengan lahan kurang dari 0,3 Ha. Dengan luas lahan yang kecil, maka tidak bankable, sehingga pembudidaya sulit berkembang. Kalaupun mendapat fasilitas kredit, maka hanya habis untuk hidup sehari-hari. Lebih lanjut Firman mengingatkan bahwa pelaksanaan PUMP harus mengacu pada petunjuk teknis yang ada. Dalam pelaksanaan ini jangan ada sepeserpun yang meminta dana PUMP tersebut kepada masyarakat sebagai tanda terimakasih.
Dukungan suksesnya PUMP-PB juga dilontarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP). Beberapa program yang digelontorkan diantaranya adalah menugaskan 362 orang Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) di tiap Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan efektifitas dan keberhasilan PUMP DJPB ditentukan oleh peran tenaga pendamping di lapangan. PPTK ini telah dibekali dengan pelatihan dalam bidang budidaya ikan. Selain itu, BPSDM KP mulai menggandeng seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk mendukung penyiapan tenaga kerja yang handal dalam bidang kelautan dan perikanan.
Tenaga pendamping ini nantinya tidak hanya melakukan pendampingan secara teknis, namun juga memberikan bimbingan manajemen usaha kelautan dan perikanan. Mereka ini juga akan membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap permodalan usaha, sarana produksi, teknologi serta pasar. Tugas PPTK juga melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan pendampingan setiap bulan kepada Kepala Dinas sesuai Pedoman Teknis;
Meskipun PUMP–PB ini merupakan dana bantuan langsung kepada masyarakat, namun Rohmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, berpesan agar Tim Teknis dapat terus memberikan pendampingan serta bimbingan agar masyarakat mampu memanfaatkan dana yang ada. Jangan sampai pemberian dana bantuan merusak mental masyarakat, menjadikan masyarakat dengan sifat mental “menjadi penadah” bantuan. Peningkatan kapasitas pembudidaya juga sangat diperlukan terutama (i) pemberian motivasi (ii) peningkatan pengetahuan, teknologi dan ketrampilan; (iii) perbaikan etos kerjs: rajin, ulet, semangat, gemar menabung, dll; dan (iv) pengembangan akhlak mulia. Beberapa strategi jitu untuk keberhasilan PUMP-PB yang dikemukkannya adalah:
1. Pemilihan lokasi yang harus sesuai dengan kondisi budidaya. Sebagai contoh jangan sampai budidaya E.cottonii dipelihara di arus yang besar walaupun air di lokasi tersebut jernih serta sesuai untuk budidaya rumput laut.
2. Besarnya usaha yang dilakukan harus memenuhi skala ekonomi
3. Pokdakan harus menerapkan CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) yang dapat memberikan jaminan keamanan pangan serta budidaya ikan yang berkelanjutan.
4. Menerapkan system bisnis secara terpadu, mulai dari produksi hingga ke penanganan dan pengolahan hasil panen, sampai pasar.
5. Penyediaan sarana produksi berkualitas dengan harga yang relative murah.
6. Penyediaan permodalan dengan bunga yang relative murah dan persyaratan lunak.
7. Penyediaan infrastruktur: irigasi, jalan, listrik, Telkom, air bersih, pelabuhan dll.
8. Penciptaan iklim investasi yang kondusif
9. Penelitian dan pengembangan
Program PUMP-PB yang dilaksanakan oleh 2000 pokdakan (kelompok pembudidaya ikan) di 300 Kabupaten/Kota dengan pendanaan kurang lebih 200 milyar, kedepan dapat menjadi sarana pemberdayaan yang benar-benar mampu mencetak wirausaha bidang perikanan yang handal dan berdaya saing. “Wirausaha-wirausaha inilah yang nantinya dapat membangkitkan semangat berwirausaha di bidang perikanan budidaya, sehingga semua potensi lahan dan air yang ada di wilayah pedesaan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk usaha budidaya ikan guna meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut”, ujar Ketut Sugama.
Selain itu PUMP-PB juga diharapkan dapat mendukung tercapainya swasembada pangan nasional dan target konsumsi ikan per kapita. Tentu saja semua ini akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dimana saat ini angka kemiskinan di Indonesia menurut dapat BPS tahun 2011 masih mencapai 31.2 juta orang atau hampir 14 % dari total penduduk Indonesia. Data BPS ini masih menggunakan standar angka kemiskinan yaitu penduduk miskin yang berpenghasilan kurang dari Rp. 212.000,-/orang/bulan. Bahkan menurut Rohmin, bila standar kemiskinan menggunakan standar bank dunia dengan kategori masyarakat miskin adalah yang berpenghasilan kurang dari $ 2/hari maka lebih dari 47 % penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan.
Memang dalam pelaksanaan PUMP-PB, beberapa kendala tentu saja ditemui. Dr. Tri Hariyanto menyampaikan bahwa ketersediaan dana pendampingan serta pembinaan pasca penyaluran dan pemanfaatan BLM PUMP-PB baik di daerah maupun di pusat sangat minim, bahkan hampir tidak ada dari APBD, sehingga dikhawatirkan pengawasannya lemah dan pelaporannya tidak berjalan dengan baik. Selain itu penempatan PPTK juga akan dikaji ulang oleh pemerintah mengingat dalam penempatan PPTK oleh BPSDP-KP kurang proporsional, satu pihak ada yang berlebih tapi di pihak lain ada yang kurang.